Jumat 19 Dec 2014 13:00 WIB

Tiga Wartawan "Diusir" Anggota DPRD Lampung

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Erdy Nasrul
Masjid Al Furqon Bandar Lampung
Foto: flickr
Masjid Al Furqon Bandar Lampung

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Tiga wartawan harian lokal di Lampung merasa diusir oleh Hartarto Lohjaya, anggota DPRD Lampung, yang sedang menggelar konfrensi pers, beberapa waktu lalu, terkait penyegelan ruko di Pasar Tengah oleh Pemkot Bandar Lampung. Mereka mengadukan nasibnya ke PWI Cabang Lampung, Kamis (18/12).

Tiga wartawan yang mendapat perlakuan tidak sesuai dengan profesi yang termaktub dalam undang undang pers tersebut yakni, Yudi (Harian Trans Lampung), Bukhari Fadli (Harian Pilar), dan Roni (Haluan Lampung). Pengaduan wartawan ini diterima, Wakil Ketua Dewan Kehormatan PWI Cabang Lampung, Noverisman Subing, dan Direktur Advokasi dan Konsultan Hukum PWI, Rozali Umar, di sekretarist PWI Jalan A Yani Bandar Lampung.

Menurut Yudi, wartawan Trans Lampung, perlakuan Hartarto Lohjaya dan Dedi, stafnya, telah melecehkan profesi wartawan dalam meliput kegiatan jurnalistik di lapangan, apalagi hal tersebut sifatnya konfrensi pers, terkait dengan penyegelan ruko oleh pemkot Bandar Lampung. Pada Selasa (16/12), Hartarto menggelar konfrensi pers di Java Cafe Telukbetung, terkait rencana menggugat wali kota atas penyegelan puluhan ruko, termasuk milik anggota DPRD tersebut.

"Kami ingin meliput konfrensi pers tersebut tapi malah disuruh turun oleh Hartarto dan stafnya. Katanya cukup tiga media saja," kata Yudi kepada Republika di Bandar Lampung, Kamis (18/12). Menurut dia, perlakuan Hartarto sebagai wakil rakyat atau pejabat publik, dinilai telah melecehkan profesi wartawan.

Wakil Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung, Noverisman Subing, mengatakan setelah menerima pengaduan tiga wartawan tersebut, pekan depan akan memanggil Hartarto Lohjaya ke PWI untuk mengklarifikasi kejadian yang menimpa wartawan tersebut. "Kami akan panggil Hartarto Lohjaya untuk klarifikasi. Jika tidak mau kami akan menempuh jalur hukum," kata Noverisman Subing, yang juga wartawan harian nasional.

Menurut dia, kejadian seperti ini tidak perlu terjadi apalagi yang bersangkutan sebagai wakil rakyat. Tindakan Hartarto yang membedakan profesi wartawan, dan melarang meliput kegiatan tersebut, dinilai telah menghalang-halangi kegiatan jurnalistik yang mendapat perlindungan dari undang undang pers. "Kami akan melanjutkan kasus ini, agar menjadi pelajaran semua pihak terhadap profesi wartawan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement