REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi masyarakat sipil meminta Presiden Joko Widodo memasukkan peninjauan ulang (review) perizinan penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan dan pertambangan menjadi agenda nasional di 2015.
"Kami ingin pastikan sekat kanal yang disebutkan Presiden saat blusukan asap di Riau masuk sebagai program nasional untuk atasi kebakaran lahan dan hutan. Selain itu, review perizinan juga harus masuk agenda nasional sebagai bentuk perlindungan hutan yang tersisa," kata juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya dalam diskusi Catatan Akhir Tahun tentang Angin Perubahan Hutan Indonesia bersama Yayasan Perspektif Baru di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan dua hal di atas juga akan menjadi isu penting yang dikejar Greenpeace Indonesia di 2015. Termasuk menagih janji pencabutan beberapa izin perusahaan tambang dan perkebunan yang melanggar.
Pihaknya juga akan menagih janji pemerintahan Joko Widodo--Jusuf Kalla mengembalikan pengelolaan hutan kepada masyarakat melalui pengelolaan hutan berbasis masyarakat untuk perbaikan kondisi lahan dan hutan.
"Harusnya memang tidak sulit (mencabut izin) karena izin kan yang mengeluarkan pemerintah. Tapi memang masalahnya banyak temuan data tidak lengkap, izin bisa jadi sebenarnya tidak ada tapi dibuat seolah-olah ada, kita hanya berpikir positif saja bahwa selama ini izin-izin yang ribuan sudah dikeluarkan tersebut tidak diarsipkan dengan benar," ujar Teguh.
Satu-satunya cara mudah untuk mentertibkan perizinan tambang mau pun perkebunan yang tidak benar hanya dengan menyelesaikan "one map", sehingga tumpang tindih ijin juga mudah diketahui.
Anggota Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Martua Sirait mengatakan kasus tukar-menukar kawasan hutan adalah kasus yang harus digarisbawahi di 2015 karena menyangkut beberapa kepala daerah.
"Pelanggaran HAM juga masih terjadi terhadap masyarakat adat terkait masalah tenurial," ujar dia.
Hal-hal penting lain yang belum terlihat selesai di 2014, menurut dia, masalah terbitnya izin-izin pertambangan, perkebunan, dan pengelolaan pulau-pulau kecil yang menyalahi aturan.
"Di Pulau Aru, pemerintah janji mencabut izin operasi perusahaan tebu, tapi malah ijin HPH baru dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan beberapa saat sebelumnya mengundurkan diri. Kasus-kasus seperti ini jelas harus jadi evaluasi untuk pemerintahan sekarang, termasuk mereview ijin perusahaan tambang," ujar dia.
Agenda baik yang menjadi harapan baru bagi Dewan Kehutanan Nasional untuk pemerintahan baru, ia mengatakan adalah pemberian pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat dari yang sekarang baru mencapai sekitar 500.000 hektare (ha) menjadi delapan atau 10 juta ha.