REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengatakan islah Partai Golkar sulit dilakukan apabila kedua kubu yang berseteru saling memaksakan kehendak sehingga perlu ada kejernihan berpikir dan kebesaran jiwa dari kedua kubu untuk menyelamatkan partai. "Menurut saya, ada hambatan krusial dalam melakukan islah, yaitu sulitnya mengkompromikan kepentingan kedua kubu. Maka untuk menyelesaikannya perlu dicari akar masalahnnya," kata Karyono Wibowo melalui pesan elektronik di Jakarta, Kamis.
Menurut Karyono, terdapat sejumlah akar masalah yang menjadi penyebab konflik di Partai Golkar. Salah satunya adalah faktor eksistensi dan ketidakpuasan atas kepemimpinan Aburizal Bakrie. Namun, kata Karyono, akar masalah yang mendasar sebenarnya sudah bisa dianalisis, yaitu adanya perbedaan pendapat dan kepentingan di antara kedua kubu. "Kubu Munas Ancol menginginkan Golkar tetap mendukung pemerintah, sedangkan kubu Munas Bali menginginkan Golkar berada di luar pemerintahan dan menjadi oposisi. Itu adalah masalah mendasar yang harus dimusyawarahkan secara jernih," tuturnya.
Upaya untuk mencari solusi mengenai perbedaan pendapat dan kepentingan antara kedua belah pihak itu Karyono menilai merupakan tantangan bagi Partai Golkar untuk bisa bersatu kembali atau tetap terbelah. Terkait keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassona Laoly yang tidak mengesahkan salah satu pihak yang berseteru, Karyono menilai hal itu sebagai langkah untuk mencari aman.
"Kemenkumham mengembalikan masalah tersebut ke internal partai secara politik memang paling aman bagi pemerintah dibanding harus mengesahkan salah satu pihak," kata Karyono.
Dengan keputusan itu, Karyono mengatakan di tubuh Partai Golkar tetap tersimpan bara api yang bisa membakar partai berlambang beringin itu apabila tidak segera dipadamkan. "Karena itu, untuk menyelamatkan partai yang pernah berjaya di masa Orde Baru itu harus ada islah di antara kedua kubu," katanya.