Senin 15 Dec 2014 16:45 WIB

Pekerja Freeport Kembali Ancam Mogok Satu Bulan

Areal tambang Freeport
Areal tambang Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Para pekerja PT Freeport Indonesia dan perusahaan privatisasi serta kontraktornya kembali mengancam melakukan mogok kerja selama satu bulan terhitung mulai 20 Desember 2014 hingga 20 Januari 2015.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika Dionisius Mameyao kepada Antara di Timika, Senin mengatakan surat pemberitahuan mogok kerja telah diterima Disnakertrans Mimika sejak Jumat (12/12).

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa mogok kerja digalang oleh sebuah wadah yang menamakan diri 'Komunitas Pekerja Papua'.

Salah satu koordinator dalam rencana aksi mogok pekerja PT Freeport Indonesia dan perusahaan privatisasinya itu diketahui duduk sebagai pengurus PUK SPSI PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI), salah satu perusahaan privatisasi PT Freeport.

"Kita telah menerima surat pemberitahuan soal mogok kerja atas nama Komunitas Pekerja Papua. Mereka akan melakukan mogok selama satu bulan mulai 20 Desember 2014 sampai 20 Januari 2015," jelas Dionisius.

Dalam suratnya tersebut, Komunitas Pekerja Papua menjelaskan bahwa rencana mogok kerja ditempuh untuk mendesak manajemen PT Freeport Indonesia, PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) dan PT Puncak Jaya Power (PJP) untuk melaksanakan komitmen atau kesepakatan 'New Era' yang ditandatangani di Jakarta beberapa waktu lalu antara manajemen ketiga perusahaan dengan pengurus PUK SPSI ketiga perusahaan.

"Alasan mogok yaitu mereka mendesak agar manajemen kembali melaksanakan komitmen New Era," jelas Dionisius.

Ia mengatakan, Disnakertrans Mimika masih mempelajari surat pemberitahuan mogok tersebut. Pada Senin petang Disnakertrans Mimika menggelar pertemuan dengan petinggi manajemen PT Freeport Indonesia untuk membahas surat pemberitahuan mogok yang mengatasnamakan Komunitas Pekerja Papua itu.

Untuk diketahui, pada Oktober lalu PUK SPSI PT Freeport Indonesia, PUK SPSI PT KPI dan PUK SPSI PT PJP mengancam untuk menggelar mogok kerja selama sebulan terhitung 6 November hingga 6 Desember untuk menuntut pencopotan dari jabatan sebanyak 58 staf manajemen PT Freeport Indonesia.

Namun rencana mogok saat itu kemudian dibatalkan oleh PUK SPSI ketiga perusahaan setelah tercapai kesepakatan dengan pimpinan tertinggi Freeport McMoRan Copper & Gold Inc James Robert Moffet dalam pertemuan di Bandara Halim Perdana Kusuma.

Setelah menggelar perundingan beberapa kali, pihak manajemen Freeport dengan PUK SPSI ketiga perusahaan menyepakati sejumlah hal yang disebut 'New Era'.

Salah satu point penting dari kesepakatan New Era itu yakni membentuk sebuah dewan arbitrase yang berfungsi menyelesaikan setiap perselisihan antara serikat pekerja dengan pihak manajemen perusahaan itu.

"Para pengurus serikat pekerja PT Freeport Indonesia telah menegaskan dukungan mereka terhadap kegiatan operasional perusahaan dan berjanji untuk bekerja sama dengan manajemen guna mewujudkan asas-asas yang terkandung dalam kesepakatan `babak baru` tersebut," ujar Wakil Presiden Direktur bidang hubungan komunikasi PT Freeport Indonesia Daisy Primayanti.

Dewan arbitrase yang disepakati itu, katanya, beranggotakan tiga orang terdiri atas masing-masing perwakilan dari serikat pekerja dan pihak Freeport serta perwakilan pihak independen.

Lahirnya kesepakatan 'New Era' itu ditentang keras oleh para pekerja terutama dari kelompok tujuh suku (Amungme, Kamoro, Damal, Dani, Moni, Nduga, Dani).

Mereka tidak menyetujui keputusan manajemen Freeport untuk mempekerjakan kembali ribuan pekerja yang selama ini mogok atas keputusan mereka sendiri terhitung sejak 3 Oktober 2014 dan telah menerima diberikan sanksi berupa dirumahkan (RFD).

Saat ribuan pekerja tersebut kembali ke Tembagapura, para pekerja dari kelompok tujuh suku mengusir mereka untuk keluar dari Tembagapura.

Tindakan kelompok pekerja tujuh suku mendapat dukungan penuh dari para tokoh masyarakat asli Mimika melalui wadah 'Kelompok Peduli Freeport'. Kelompok terakhir bahkan pernah memblokade Kantor PUK SPSI PT Freeport Indonesia pimpinan Sudiro yang berada di bilangan Jalan Budi Utomo Timika.

Kelompok ini menilai segala persoalan yang terjadi di lingkungan PT Freeport akhir-akhir ini merupakan ulah dari PUK SPSI pimpinan Sudiro sehingga bagi pekerja yang tidak mau bekerja silahkan berhenti dari PT Freeport dan segera kembali ke daerah mereka masing-masing.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement