Senin 15 Dec 2014 16:05 WIB

Survei: Jokowi Ungguli Mega Dalam Regenerasi Ketum PDIP

Rep: C73/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei nasional 'Regenerasi Partai Politik' yang diselenggarakan oleh Cyrus Network memperlihatkan, bahwa dukungan terhadap Megawati Soekarno Putri untuk menjadi ketua umum hanya sebesar 16 persen. Angka itu berada di bawah perolehan Joko Widodo (26 persen) dan Puan Maharani (18 persen). Survei menunjukkan, hanya 48 responden yang masih menilai Mega layak untuk melanjutkan kepemimpinan di PDIP.

"Hasil survei menyebutkan seandainya Megawati tidak layak untuk maju lagi sebagai Ketum, maka yang akan dipilih rakyat adalah Jokowi dengan perolehan suara 29,3 persen, Puan Maharani dengan 24,5 persen," kata Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat, dalam Diskusi di Resto D'Consulate, Jakarta, Senin (15/12).

Sementara itu, di bawah Mega terdapat urutan Ganjar Pranowo dengan perolehan dukungan sebesar 12,4 persen, Pramono Anung (8,3 persen), Maruarar Sirait (4,3 persen), Arya Bima (4 persen), Tjahjo Kumolo (2,6 persen), dan Teras Narang (0,8 persen).

Ia mengatakan, dukungan terhadap Mega menurun hampir 10 point ke angka 39 persen. Hal itu jika responden diberikan informasi, mengenai usia dan lamanya Mega menjabat sebagai ketua umum.

Hasil survei juga memperkirakan, Mega hanya mendapat dukungan sebesar 23,6 persen di internal partainya sendiri untuk maju lagi sebagai ketum. Di kalangan internal pendukung PDIP sendiri, menurutnya, survei menunjukkan dukungan terhadap Mega hanya sebesar 53 persen. Sementara di konstituen PDIP, Jokowi mendapatkan dukungan sebesar 28 persen. Angka itu masih lebih tinggi dari Mega (23 persen) dan Puan Maharani (17 persen).

"Temuan ini menarik. Karena memberikan indikasi, bahwa separuh pendukung PDIP mulai melihat bahwa regenerasi di partai ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk ditindaklanjuti. Tinggal menunggu apakah PDIP, akan menikuti kecenderungan publik atau sebaliknya," ujar Hasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement