REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Rumah bongkar pasang dari bahan kayu dengan arsitektur perpaduan ukiran Bali dan Jawa sangat diminati konsumen, khususnya wisatawan mancanegara saat menikmati liburan di Pulau Bali.
"Kami menerima banyak pesanan, dalah sebulan hanya mampu merampungkan dua buah bangunan berkapasitas 64 meter persegi (8 kali 8 meter) langsung dikirim ke pemesan di luar negeri," kata seorang pengrajin sekaligus bisnis rumah jadi tersebut, I Made Afreen di Kerobokan, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Ahad (14/12).
Ia yang menampung 15 pekerja memproduksi rumah jadi berarsitektur Bali dan Jawa yang dihiasi dengan ukir khas Bali kombinasi Jawa. Seni ukir khas Bali mempunyai motif yang diwarisi masyarakatnya secara turun temurun yang lestari hingga sekarang.
Motif ukiran Bali memiliki ciri khas seperti motif dedaun, bunga, buah yang berbentuk cembung dan cekung. Hal itu mencerminkan motif Bali adalah motif campuran yang mempunyai perpaduan bentuk antara cekung dan cembung.
I Made Afreen menjelaskan, pembuatan rumah jadi tersebut membutuhkan biaya yang meliputi bahan bangunan berupa kayu dan ongkos tukang sebesar Rp 450 juta.
Rumah yang dijual dengan harga Rp 500 juta per unit, kebanyakan disenangi oleh konsumen dari Australia. Sedangkan untuk rumah ukuran 12 m x 11 m (132 meter persegi) dengan empat saka (tiang penyangga) menghabiskan Rp 550 juta dan biasa dijual dengan harga Rp 600 juta hingga Rp 650 juta per unit.
Sedangkan untuk penyangga dengan panjang 3,5 meter dan lebar 20 cm biasa menghabiskan modal Rp 750 juta dan dijual dengan harga Rp 800 juta per unit.
"Harga memang terlihat mahal, karena seni ukir Bali dipadukan dengan rumah Joglo Jawa jarang sekali dilirik oleh pasar lokal, karena membutuhkan dana yang terbilang mahal dan bahan baku kayu harus benar-benar memiliki kualitas dengan tingkat kedetailan yang pas, sehingga seni ukir dapat menghasilkan sebuah karya seni yang bagus." ujar Afreen.