Sabtu 13 Dec 2014 21:02 WIB

"Miris, Karyawati Berkerudung Kenakan Atribut Natal"

Rep: C01/ Red: Julkifli Marbun
 Pekerja sebuah restoran cepat saji di Banten, Ahad (7/12), mengenakan atribut Natal berupa tanduk rusa sebagai bagian seragamnya.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pekerja sebuah restoran cepat saji di Banten, Ahad (7/12), mengenakan atribut Natal berupa tanduk rusa sebagai bagian seragamnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merasa prihatin jika Muslim mengenakan atribut Natal saat bekerja. Terlebih jika seorang Muslimah yang berkerudung mengenakan atribut Natal.

"Jelas-jelas dia seorang Muslim, karena dia memakai busana muslimah, tapi ia harus mengenakan itu," ujar Juru Bicara HTI Iffah Ainur Rochmah pada Republika Online, Sabtu (13/12).

Beredarnya foto karyawati Muslimah berkerudung yang mengenakan tanduk rusa, simbol perayaan Natal, mengundang keprihatinan Juru Bicara HTI Iffah Ainur Rochmah. Ia menilai foto tersebut sebagai sesuatu yang sangat ironis karena pengenaan atribut agama lain bagi seorang Muslim tidak dibenarkan menurut Iffah.

Iffah juga menyatakan ada beberapa pengusaha yang mensyaratkan bahkan mengaruskan karyawannya untuk mengenakan atribut Natal, meskipun karyawannya seorang Muslim. Menurut Iffah, tidak boleh ada tindakan pemaksaan semacam ini pada karyawan.

Dan dalam hal ini, negara harus menjamin bahwa tiap-tiap warganya dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Misalnya, seorang Muslim, karena menggunakan atribut agama lain bertentangan dengan ajaran Islam, maka sudah sepatutnya negara melindungi hak para Muslim dari pengenaan atribut agama lain.

Jika tindak pemaksaan pengenaan atribut Natal masih terjadi, Iffah menyatakan karyawan berhak untuk melaporkan hal ini ke instansi terkait, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja.

Dalam hal ini, negara diharapkan dapat menjamin agar pengusaha atau pusat perbelanjaan tidak melakukan pemaksaan atau memberi dorongan pada karyawan Muslimnya untuk mengenakan atribut Natal.

"Ini bukan soal toleransi. Ini soal bagaimana negara bisa tegas dalam memberlakukan aturan yang memberikan hak beragama bagi masing-masing orang," jelas Iffah.

Iffah menambahkan, jika pemerintah tak mengambil tindakan terkait hal ini, maka karyawan-karyawan Muslim yang akan menjadi korban. Hal ini tentunya akan menjadi ironi tersendiri bagi negara dengan mayoritas umat Islam ini.

"Kita di negeri yang mayoritas Muslim, kemudian justru agama kita dikorbankan. Itu sesuatu yang sangat ironis," terang Iffah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement