REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD DKI Jakarta Fahira Idris menentang pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di beberapa media massa yang mengatakan maraknya minumas keras (miras) oplosan yang beredar di masyarakat merupakan akibat dari pelarangan produksi miras. Ahok meminta produksi miras berizin dibebaskan agar mudah diawasi.
Menurut Fahira, di Jakarta, tingkat kriminalitas karena miras yang resmi (bukan oplosan) itu termasuk yang paling tinggi. Fahira juga menagih janji Ahok yang akan mengeluarkan Pergub pelarangan menjual miras di mini market dan kepada anak dibawah umur saat GeNAM melakukan audiensi dengan Ahok setahun lalu.
“Coba di-googling aja kejahatan yang terjadi akibat pengaruh alkohol di Jakarta. Mereka itu kebanyakan minum miras resmi, bukan oplosan. Jadi tingkat merusak antara miras resmi dan oplosan sama, yang resmi mungkin tidak langsung mati tetapi berpeluang besar menimbulkan tindak kejahatan. Sementara yang oplosan bisa langsung mati. Kalau Pak Ahok ingin tawuran di Jakarta ini berkurang, larang saja miras, 100 persen saya yakin tawuran berkurang,” tegas Fahira berdasarkan rilis yang diterima Republika.
Di Indonesia, investasi miras masuk Daftar Negatif Investasi (DNI) karena punya dampak sosial yang merusak serta biang dari tindak kriminalitas. Saat ini, GeNAM sedang mendesak pemerintah menyetop izin produksi miras yang baru dan mengevaluasi izin miras yang sudah ada.
Sementara, untuk mencegah miras masuk ke daerah-daerah, GeNAM bersama masyarakat di daerah akan mendesak kepala daerah dan DPRD untuk menerbitkan perda miras.“Kalau semua daerah sudah melarang miras, pabrik-pabrik miras itu akan mati sendiri,” tukas Fahira.