Rabu 10 Dec 2014 23:05 WIB

Terkait Miras, Fahira Idris akan Lawan Ahok

Penggagas gerakan Say No To Miras, Fahira Idris (kanan), menunjukan buku dan kaos bertuliskan Anti Miras di Jakarta, Senin (3/3).   (Republika/Tahta Aidilla)
Penggagas gerakan Say No To Miras, Fahira Idris (kanan), menunjukan buku dan kaos bertuliskan Anti Miras di Jakarta, Senin (3/3). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator Asal DKI Jakarta Fahira Idri, tidak segan-segan melawan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama. Pria yang disapa Ahok ini dinilainya berpendapat yang melukai hati masyarakat luas, terkait dengan miras.

Di beberapa media massa, Ahok mengatakan  maraknya minumas keras (miras) oplosan yang beredar di masyarakat merupakan akibat dari pelarangan produksi miras. Ahok meminta produksi miras berizin dibebaskan agar mudah diawasi. “Saya berpikiran positif saja, mudah-mudahan ini hanya niat, tidak diimplementasikan secara nyata, walaupun sebenarnya niat ini tidak bijak keluar dari mulut seorang kepala daerah. Tetapi, kalau memang Pak Ahok mau realisasikan rencananya itu di Jakarta, kita akan lawan,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) ini di Jakarta, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (10/12).

Di Indonesia, investasi miras masuk Daftar Negatif Investasi (DNI) karena punya dampak sosial yang merusak serta biang dari tindak kriminalitas. Saat ini, GeNAM sedang mendesak pemerintah menyetop izin produksi miras yang baru dan mengevaluasi izin miras yang sudah ada.

Sementara, untuk mencegah miras masuk ke daerah-daerah, GeNAM bersama masyarakat di daerah akan mendesak kepala daerah dan DPRD untuk menerbitkan perda miras. “Kalau semua daerah sudah melarang miras, pabrik-pabrik miras itu akan mati sendiri,” tukas Fahira.

Fahira mengatakan, harusnya Ahok mengambil hati warga Jakarta, terutama umat muslim, tetapi malah mengeluarkan pernyataan yang bisa meresahkan umat. Beredarnya miras oplosan karena pemerintah, baik pusat maupun daerah tidak punya mekanisme pengawasan yang ketat terhadap peredaran miras terutama oplosan. “Kejadian di Garut dan Sumedang itu, miras oplosannya diproduksi massal jadi bukan mereka yang meminum itu mengoplos sendiri. Jika ada pengawasan yang ketat, tidak mungkin ada yang berani mengoplos miras secara massal dan menjualnya terang-terangan,” ungkap Fahira.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement