REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Penanganan peredaran minuman keras (miras) memerlukan sinergi antara seluruh pemangku kewenangan. Berbekal semangat itu, deklarasi anti peredaran miras pun digelar di halaman Mako Polres Garut pada Senin (8/12).
Acara deklarasi tersebut dihadiri unsur Pimpinan Daerah di Kabupaten Garut serta pihak kepolisian. Dalam acara tersebut, kurang lebih enam ribu botol miras turut dimusnahkan.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Barat, Irjen Pol Mochammad Iriawan mengatakan deklarasi anti miras ini sebagai bentuk keprihatinan agar tidak terjadi kasus serupa.
"Garut menjadi penyuluh utama. Saya harap unsur-unsur lain juga ikut mendukung dan memberantas peredaran miras," ujar Iriawan.
Iriawan menyampaikan pihak kepolisian saat ini telah melakukan tindak pencegahan dengan upaya pemberitaan terkait kasus miras yang termasuk dalam kejadian luar biasa.
Selain itu, Iriawan menyatakan terus melakukan razia untuk menemukan akar permasalahan dan motif peristiwa tersebut.
Pekan lalu, 17 korban tewas dari Garut dan 10 korban tewas dari Sumedang diduga akibat mengonsumsi miras oplosan.
Iriawan mengaku sampai saat ini belum ada kaitan antara kasus tewas akibat miras di Garut dan Sumedang. "Kami sedang mendalami mengapa bisa bersamaan ada di dua tempat itu," kata Iriawan.
Menurut Iriawan, konsumen atau peminum miras oplosan itu tidak mengetahui kandungan zat-zat kimia yang ada dalam minuman. "Ada campuran spirtus 99 persen. Barang tersebut tidak untuk dikonsumsi dan perorangan pun tidak boleh membeli," ujar Iriawan.
Bahkan, kata Iriawan, ditemukan campuran cairan pembasmi nyamuk dan beberapa campuran lain yang tentu berbahaya untuk tubuh.
Iriawan mengaku sumber bahan baku miras dibeli dari toko. Padahal, kata Iriawan, untuk pembelian bahan baku seperti spiritus dan methanol memerlukan surat izin khusus untuk keperluan industri dan tidak bisa dibeli secara perorangan.
"Tentu ini menjadi pertanyaan, karena toko-toko itu tidak diperbolehkan menjual bahan-bahan itu kepada yang tidak berhak," jelasnya.