REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mewacanakan tindakan pencekalan terhadap para penunggak pajak sebagaimana telah diterapkan kepada sejumlah pihak yang diduga terlibat tindak pidana korupsi.
"Kalau para koruptor kita cekal, maka pembayar pajak yang melebihi waktu juga akan kita cekal," katanya saat memberikan sambutan dalam Rapimnas Kadin Indonesia di Jakarta, Senin (8/12).
Menurut Jusuf Kalla, pengusaha yang tidak membayar pajak, bila dia "plesiran" ke luar negeri, uang yang digunakan untuk bepergian itu adalah uang rakyat.
Untuk itu, Wapres juga menegaskan agar para pengusaha di berbagai sektor untuk dapat menaati kewajiban pajak sesuai dengan aturan pemerintah agar ke depannya tidak sampai dicekal.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengemukakan apresiasinya terhadap pemerintahan yang menargetkan peningkatan "tax ratio" dari 12 persen menjadi 16 persen.
Suryo Bambang Sulisto mengutarakan pendapatnya agar target peningkatan sektor pajak itu lebih diarahkan kepada ekstensifikasi wajib pajak daripada penambahan jumlah pajak baru.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi ikut mengawasi kebocoran pendapatan negara dari sektor pajak.
"Masih ada permasalahan di sektor pajak, kita ingin ke depan menggandeng KPK untuk upaya penerimaan perpajakan ini. Untuk jangka pendek kita ingin semacam ada tim gabungan dirjen keuangan, pajak. KPK untuk melihat kira-kira ke depan seperti apa," kata Mardiasmo di gedung KPK Jakarta, Senin (1/12).
Mardiasmo yang saat ini juga menjadi pelaksana tugas Dirjen Pajak mengaku bahwa target penerimaan negara dari sektor pajak pada 2015 mencapai Rp600 triliun.
Salah satu bentuk kerja sama lain adalah dengan kajian terkait usulan KPK untuk menggabungkan pengadilan pajak dengan pengadilan tindak pidana korupsi. Selanjutnya adalah pembentukan tim gabungan Dirjen Pajak dan penegak hukum terkait perusahaan pengemplang pajak.
"Kalau disinyalir betul-betul ada harus kita atasi. Kita libas, kalau ada mafia pajak. Seperti yang IUP (izin usaha pertambangan) kemarin dari beberapa persen yang tidak punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), kita kejar," tegas Mardiasmo.
Berdasarkan data KPK, dari 3.826 pemegang Izin Usaha Pertambangan, hampir 25 persen atau 724 pengusaha tidak punya NPWP bahkan pemegang IUP yang statusnya "clean and clear" tidak punya NPWP.