Sabtu 06 Dec 2014 15:25 WIB

Pemakaian Kostum Sinterklas Bukan Suatu Keharusan

Rep: C83/ Red: Erdy Nasrul
Suasana perayaan natal di sebuah mal
Suasana perayaan natal di sebuah mal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menjelang perayaan natal, pusat perbelanjaan mulai menghias beberapa sudut mall dengan pohon natal dan pernak pernik natal lainnya. Tak terkecuali para frontliner, mereka menggunakan topi sinterklas.

Ketua Asosiasi Pusat Belanja Indonesia, Hendaka Sentosa mengatakan pemakaian topi sinterklas bukanlah suatu keharusan. Cara ini digunakan untuk meningkatkan promosi sehingga berdampak pada peningkatan penjualanan. "Boleh kalau nggak mau pake,  ada juga yang nggk. Karena ini bukan suatu keharusan. Dari kita hanya arahan, untuk promosi agar minat belanja meningkat," ujar Hendaka Sentosa kepada Republika, Sabtu (6/12).

Ia menjelaskan, tingkat promosi untuk produk konsumen  pada hari internasional atau hari perayaan nasional memang lebih ditingkatkan. Salah satunya dengan penggunaan kostum sesuai perayaan tersebut. Misal pada saat ultah DKI Jakarta maka frontliner mall yang berada di Jakarta menggunakan baju betawi. Walaupun karyawan mall tersebut berasal dari jawa dan papua. Namun mereka juga ikut menggunakan kostum khas kebudayaan betawi.

Begitupun pada saat lebaran dan natal. Frontliner menggunakan baju muslim beserta jilbab dan topi sinterklas sebagai simbolis. Walaupun mereka bukan beragama Islam atau kristen. Menurutnya, yang dilihat bukanlah penggunaan kostum tersebut tetapi lebih kepada perayaan suasana dan pelayanannanya." Mau kristen, katolik, hindu pake kostum itu. kita liat dari segi pelayanannya. Kalau lebaran semua yang perempuan pake jilbab. Dan kalau natal pake topi sinterklas" katanya.

Promosi Peningkatan penujualan diperlukan untuk menghadapi tendensi penjualan yang melemah karena kenaikan BBM. Saat ini, Total mall yang ada di Jakarta  sebanyak 76. Sedangkan total mall secara nasional sebanyak 254.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement