REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota baru akan dibahas DPR pada masa sidang bulan Januari 2015 mendatang. Jika perppu ditolak, pemerintah menyatakan tidak akan ada kekosongan hukum dan pilkada tetap bisa digelar langsung.
Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bidang Politik dan Hukum, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, jika perppu ditolak maka presiden harus mengajukan rancangan Undang-Undang pencabutan perppu terlebih dahulu.
Sementara untuk pelaksanaan pilkada yang harus digelar di daerah yang masa jabatan pemimpinnya habis pada tahun 2015, masih ada aturan lain. Yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. "Kita harus hati-hati, ada PP 6/2005 sebagai turunan UU 32/2004. Ketika dia belum dicabut dan tidak ada lagi peraturan di atasnya, berarti kan ini palling tinggi," kata Zudan di kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (5/12).
UU 32 Tahun 2004, menurut Zudan, memang sudah tidak berlaku lagi, Namun, PP 6/2005 hingga saat ini belum dicabut dan masih berlaku. Hanya saja, dia melanjutkan, PP tersebut mengatur pemilihan kepala daerah masih dalam satu paket atau pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Tidak sesuai dengan aturan dalam perppu saat ini yang mengatur pemilihan kepala daerah saja. Menurut Zudan, KPU bisa mempertimbangkan PP 6/2005 sebagai salah satu alternatif bila perppu ditolak DPR. "Karena penyelenggara pemilu KPU jadi KPU yang menentukan," ungkapnya.
Sikap DPR terhadap Perppu Pilkada kembali berubah. Partai Golkar berdasarkan Musyawarah Nasional (Munas) partai Golkar di Bali sudah memutuskan untuk menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada langsung. Fraksi Golkar di DPR akan menindaklanjuti keputusan munas di Bali itu.
Ketua DPP partai Golkar, Aziz Syamsuddin mengatakan, keputusan munas untuk menolak Perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono ini atas usulan daerah. Pemegang suara di daerah menginginkan pemilihan kepala daerah tetap melalui DPRD. "Itu hasil usulan teman-teman tingkat II," kata Aziz.