REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Bank Century bermula dari penetapannya menjadi bank gagal berdampak sistemik. Menurut jaksa penuntut umum KPK, Antonius Budi Satria penetapan tersebut bertujuan untuk mendapatkan biaya penyelamatan senilai total Rp 6,76 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Mulanya, pada 16 November 2008 Menteri Keuangan/Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Senior Miranda Swaray Goeltom, Deputi Gubernur bidang Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan Muliaman Hadad menggelar rapat di kantor BI. Rapat saat itu membahas pertimbangan biaya penyelamatan Bank Century.
Namun, pada 20 November 2008 Dewan Gubernur BI (DGBI) menyatakan tidak menginginkan Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal dan tetap dapat beroperasi. Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah serta Halim Alamsyah selaku Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI menyampaikan, berdasarkan penilaian, Bank Century tidak tergolong sistemik secara individual.
Menanggapi hal tersebut, mantan deputi gubernur Bank Indonesia bidang 4 pengelolaan moneter dan devisa dan kantor perwakilan (KPW) Budi Mulya tidak setuju dengan lampiran data yang disampaikan Halim Alamsyah. Ia meminta agar data tersebut tidak dilampirkan.
Melalui Boediono, masing-masing anggota Dewan Gubernur BI terkait Century, dan seluruh anggota DGBI menyatakan setuju kalau Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal.
Rapat selanjutnya, pada 21 November 2008 sekitar pukul 04.30 WIB, Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Rapat dihadiri oleh Sri Mulyani, Boediono, Raden Pardede serta konsultan hukum Arief Surjowidjojo.
Padahal, menurut Ketua LPS Rudjito, Fuad Rahmany, Anggito Abimanyu, Agus Martowardojo dalam keadaan normal seharusnya Bank Century tidak terkategori sebagai bank berdampak sistemik.
Kemudian dilanjutkan dengan penghentian seluruh pengurus Bank Century. Lalu, penyetoran modal mulai dikucurkan secara bertahap terhitung 24 November 2008 hingga 24 Juli 2009 dengan total dana sebanyak Rp 6,76 triliun.
Perbuatan tersebut pun merugikan keuangan negara dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek. Maka, Budi Mulya dikenai pasal tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Lalu, pada Oktober 2009, LPS mengambil alih 90 persen lebih saham Bank Century yang kemudian berganti nama menjadi Bank Mutiara. Kini, LPS resmi mengalihkan saham PT Bank Mutiara Tbk sebesar 99 persen kepada perusahaan investasi asal jepang, J Trust senilai Rp 4,41 triliun.