REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan bahwa penerapan batas usia minimum pernikahan untuk perempuan usia 16 tahun, tidak bertentangan dengan konstitusi apalagi mengingat maraknya pergaulan bebas kalangan remaja.
"Pengaturan batas minimal 16 tahun usia perkawinan dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tidak perlu dipermasalahkan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945," kata Ketua MUI KH Amidan Syahberah saat memberi keterangan dalam pengujian UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (2/12).
Dia juga menyebutkan bahwa kesenjangan yang terlalu jauh antara batas minimum usia pernikahan dengan usia dewasa (baligh) menurut ajaran Islam, justru akan memicu kerusakan moral yang terjadi di dalam masyarakat.
"Seperti adanya perzinaan, seks bebas atau fenomena hamil di luar nikah yang seringkali pada gilirannya menimbulkan ekses negatif meningkatnya aborsi di kalangan remaja wanita," kata Amidan.
Lebih lanjut Amidan menyebutkan bahwa Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan tidak bertentangan dengan konstitusi karena dalam pasal itu, baik ketentuan usia pernikahan perempuan dan laki-laki tidak diabaikan.
"Sehingga, diubahnya batas usia menikah dari 16 tahun menjadi 18 tahun tidak beralasan secara hukum," tegas dia.
Amidan kemudian mengatakan bahwa alasan pemohon sudah tidak berlaku bila terkait dengan diskriminasi hak perempuan jika batas usia minimum pernikahan adalah 16 tahun.
Karena, menurut Amidan, konvensi hak anak dan penghapusan segala bentuk diskriminasi atas perempuan, telah diratifikasi oleh pemerintah.