REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pengurangan jam kerja bagi pegawai perempuan mendapatkan reaksi beragam. Termasuk dari pegawai perempuan perusahaan swasta. Di antaranya ada yang setuju dan tidak.
Namun hampir semua menganggap penerapan kebijakan tersebut di lembaga swasta adalah hal yang tidak mungkin.
"Itu kan dimaksudkan agar para ibu bisa mengurus anaknya. Nah, tapi kalau untuk yang single bagaimana? Apa akan diberlakukan sama juga? Pasti ada kesenjangan antara laki-laki dan wanita yang single," kata Rifah (22) pegawai Kantor Akuntan Publik swasta, Senin (1/11).
Menurutnya peraturan tersebut tidak perlu diberlakukan. Kalau memang para ibu mau bekerja itu sudah menjadi risiko. Sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier harus bisa membagi waktu. Kalau tidak siap, lebih baik jangan bekerja.
"Kalau untuk diterapkan bagi pegawai swasta, kita menolak sekali. Karena untuk pengurangan waktu dua jam tersebut, nanti bisa diberlakukan kerja hari sabtu. Tapi kalau pengurangannya tidak mengganggu akhir pekan, saya setuju," kata Fera (28), pegawai salah satu perusahaan swasta besar di Indonesia.
Hal serupa pun disampaikan Dewi (22). Ia setuju dengan pengurangan jam kerja dilakukan di perusahaan non-negara asal tidak ada jam pengganti.
Lain halnya dengan Ii Khairati (23). Ia setuju dengan pengurangan jam kerja perempuan. Namun menurutnya kebijakan tersebut mustahil diterapkan di kantornya bekerja. Sebab sebagai akuntan publik yang bekerja di perusahaan swasta, ia sering lembur dan bertugas hingga pagi hari.
Ia pun tidak menentang kebijakan tersebut jika diterapkan bagi PNS. "Saya setuju-setuju saja. Yang penting tetap bisa bekerja maksimal dan kerjaan beres," katanya.
Heni (22) pun berpendapat sama. Ia tidak keberatan dengan pengurangan jam kerja bagi perempuan. PNS maupun swasta. Agar waktu perempuan lebih banyak di rumah, terutama yang sudah berkeluarga.
Begitupun dengan Mega (22), Akuntan Junior di IWAI. Ia sepakat dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. "Para karyawan perempuan bisa lebih cepat pulang ke rumah dan tidak pulang malam. Sebab kemacetan di jam pulang kantor selalu jadi kendala," kata Mega. Apalagi, ia menambahkan, bagi mereka yang sudah berkeluarga.
Tapi Mega berpandangan kebijakan tersebut bisa menimbulkan pro-kontra di kalangan pegawai pria. Mereka bisa saja menuntut kebijakan yang sama. Namun Nurani (23) tidak memiliki pendapat yang sama.
Menurutnya salah satu alasan pengurangan jam kerja adalah daya tahan fisik perempuan yang tidak sekuat laki-laki. Maka itu ia setuju dengan kebijakan pengurangan jam kerja bagi perempuan.