REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan intervensi yang diajukan 22 DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bhakti dalam persidangan terbuka yang digelar di PTUN, Jalan Sentra Primer Timur, Senin (1/12).
"Memutuskan menerima permohonan gugatan intervensi ketiga yang diajukan DPW PPP Aceh dan seterusnya sampai DPW PPP Papua, karena mereka memiliki kepentingan hukum terhadap objek sengketa. Putusan ini berdasarkan Pasal 88 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN," kata Teguh dalam rilis yang diterima ROL.
Dalam persidangan tersebut, Majelis Hakim juga memutuskan persidangan dijadwalkan seminggu sekali. Gugatan intervensi DPW PPP tersebut dikuasakan kepada LBH DPP PPP. Kuasa hukum penggugat maupun penggugat intervensi sempat keberatan, namun diabaikan oleh majelis hakim.
Wakil Ketua LBH DPP PPP Hadrawi Ilham mengatakan, keterlibatan DPW-DPW sebagai pihak tergugat intervensi menunjukkan bahwa objek sengketa TUN sangat penting. Hadrawi mengungkapkan, dengan dikabulkannya gugatan intervensi ketiga ini, maka kekuatan untuk berargumentasi di pengadilan semakin bertambah. "Para tergugat intervensi memiliki kepentingan hukum terhadap objek sengketa. Kami menyambut positif," kata Hadrawi Ilham seusai sidang.
Selanjutnya, LBH DPP PPP akan segera menyusun jawaban atas gugatan yang diajukan penggugat untuk dibacakan pada persidangan mendatang. Hadrawi mengungkapkan, jawaban gugatan terdiri dari dasar-dasar keabsahan kepengurusan DPP PPP. "Kami memiliki waktu seminggu untuk menyusun jawaban atas gugatan," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat intervensi I, Soleh Amin meminta Majelis Hakim mendiskualifikasi Suryadharma Ali dan Ghozali Hararap dalam persidangan TUN. Alasannya, mereka berdua bukan lagi dalam posisi sebagai ketua umum dan wakil sekjen DPP PPP.
"Sejak Muktamar VIII PPP di Surabaya, mereka bukan lagi ketua umum dan wakil sekjen DPP PPP. Begitupun, acara di Hotel Sahid yang diklaim sebagai muktamar, mereka telah mendemisionerkan diri. Artinya, mereka tidak lagi punya legal standing, sehingga kami memohon kepada majelis untuk mendiskualifikasi," ujar Soleh Amin.