REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sektor pertanian selama puluhan tahun terakhir tetap saja tak kebal inflasi. Menjelang akhir tahun ini, Nilai Tukar Petani (NTP) di sembilan kota utama di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengalami penurunan dan mencatat angka negatif, kecuali Jawa Barat yang tetap naik tipis 0,14 persen.
"Sektor pertanian memang tak kebal inflasi. Biaya yang dikeluarkan petani untuk kebutuhan lahan pertaniannya tetap saja lebih besar dibandingkan hasil yang mereka produksi," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, Panusunan Siregar dijumpai di kantornya, Senin (1/12).
NTP petani di Bali tercatat -0,66 persen, sama dengan NTT dan disusul NTB -0,39. Berikutnya, NTP petani di Banten -0,08 persen, Jawa Timur -019 persen, Yogyakarta -1,51 persen, Jawa Tengah -0,16, dan DKI Jakarta -1,66 persen.
Panusunan mengimbau pemerintah daerah, khususnya Bali untuk mengantisipasi penyebab inflasi yang setiap tahunnya relatif sama. Ia mencontohkan, Bali cenderung mengalami inflasi tinggi diawal tahun, di pertengahan tahun atau sekitar Juni-Juli, dan diakhir tahun.
"Jika sudah mengetahui itu, maka pemda hendaknya menjaga suplai dan permintaan supaya tidak terjadi kelangkaan dan tak juga terjadi kelebihan suplai. Misalnya, inflasi Juni-Juli didorong komoditas hortikultura, maka 3-4 bulan sebelumnya, pemda bisa menggalakkan penanaman cabai dan tanaman hortikultura lainnya," ujar Panusunan.
Jumlah petani di Bali semakin sedikit dan rata-rata mereka adalah petani gurem atau petani dengan kepemilikan lahan rata-rata di bawah 0,5 hektare (ha). Oleh sebabnya, kata Panusunan, pemda perlu mendorong mereka mengoptimalkan lahan yang ada, tak melulu menambah luasan lahan pertanian yang terkesan sulit.
Luas lahan yang kecil disesuaikan dengan komoditas yang pas. Petani gurem tak hanya bertanam ubi jalar, melainkan mengganti atau mengombinasikannya dengan komoditas lain, seperti cabai, bawang, atau sayuran.
Sensus pertanian 2013 menunjukkan ada sekitar 408.233 rumah tangga petani di Bali. Jumlah ini menurun 17,09 persen dibandingkan dengan 492.394 rumah tangga petani pada 2003.