Ahad 30 Nov 2014 08:39 WIB

Indonesia Harus Hati-Hati Terhadap Permintaan Hamas

 Ketua DPR Setya Novanto (kedua kanan) berjabat tangan dengan Kepala Biro Politik Hamas Abu Umar Muhammad (kedua kiri) bersama sejumlah delegasi Hamas - Palestina saat pertemuan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/11).  (Antara/Yudhi Mahatma)
Ketua DPR Setya Novanto (kedua kanan) berjabat tangan dengan Kepala Biro Politik Hamas Abu Umar Muhammad (kedua kiri) bersama sejumlah delegasi Hamas - Palestina saat pertemuan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/11). (Antara/Yudhi Mahatma)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Delegasi Hamas dalam pertemuan dengan Pimpinan DPR RI, Jumat (28/11) lalu meminta izin ke DPR untuk mendirikan kantor perwakilannya di Jakarta. Rencana tersebut harus disikapi secara hati-hati karena Palestina telah mempunyai kedutaan besar di Indonesia.

“Pembukaan kantor perwakilan Hamas bila dikabulkan dikhawatirkan akan menarik Indonesia dalam perpecahan internal. Apakah Kantor Perwakilan Hamas akan merupakan perwakilan Palestina?” ujar Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, Ahad (30/11).

Pertimbangan tersebut, ujarnya, mengingat Indonesia telah lama mengakui Palestina sebagai negara yang dideklarasikan pada tanggal 16 November 1988 di Aljazair.Pengakuan ini diwujudkan dalam Joint Communique tentang dimulainya hubungan diplomatik antara Indonesia Palestina pada tingkat Kedutaan Besar.

Hal kedua yang perlu dicermati, imbuh Hikmahanto, di Palestina terdapat dua faksi kuat, yaitu Fatah dan Hamas. Fatah dan Hamas memiliki perbedaan yang signifikan terkait negara Palestina merdeka.

“Bagi Fatah, mereka dapat menerima kenyataan Israel sebagai sebuah negara berdampingan dengan Palestina merdeka. Namun, Hamas dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina tidak akan mengakui negara Israel,” tegas Hikmahanto.

Indonesia, dinilainya,tidak perlu ikut dalam perpecahan internal Palestina. Di sisi lain, Indonesia wajib mendukung Palestina memperoleh kemerdekaannya tanpa harus berada dalam perpecahan internal Palestina.

Hikmahanto menyarankan agar Indonesia sepatutnya berkonsultasi dengan pemerintah resmi Palestina, termasuk dengan Dubes Palestina di Jakarta dalam menyikapi keinginan delegasi Hamas.

“Indonesia sebaiknya mempunyai kebijakan satu Palestina (One Palestine Policy). Siapapun pemenang pemilu di Palestina, apakah faksi Fatah atau Hamas, dan di antara mereka yang menjadi penguasa yang sah maka dialah di mata Indonesia merupakan pemerintah Palestina yang resmi,” tegasnya.

Dalam melihat permohonan dari Delegasi Hamas,Hikmahanto menyarankan agar Menlu segera memberi penjelasan kepada para penyelenggara negara bagaimana sikap Indonesia atas masalah Palestina. Tujuaannya agar mereka mempunyai satu sikap dan persepsi tentang Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement