REPUBLIKA.CO.ID, CALANG – Bencana Tsunami yang melanda Provinsi Aceh pada 2004 telah merusak sebagian besar vegetasi mangrove yang ada di Kabupaten Aceh Jaya sehingga tidak banyak lagi mangrove yang tumbuh di sana.
Untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum tsunami tentu harus dilakukan penanaman kembali mangrove di tempat tersebut. Karena luasnya area mangrove yang rusak dan dan pertumbuhannya yang tidak merata di kawasan Aceh Jaya, maka diperlukan penanganan secara khusus dengan bantuan pembibitan.
Melihat kondisi tersebut Palang Merah Indonesia (PMI) bekerja sama dengan Palang Merah Amerika dan USAID membantu masyarakat di lima desa di Kabupaten Aceh Jaya melalui ‘Program Pertama Daerah Pesisir.’ Kelima desa itu adalah Gampong Baro, Lhok Timon, Jeumphek, Lhok Kruet, dan Crak Mong.
Program Pertama adalah pengurangan risiko terpadu berbasis masyarakat, yaitu suatu kegiatan yang mengupayakan pemberdayaan kapasitas masyarakat agar dapat mengambil inisiatif dan melakukan tindakan dalam meminimalkan dampak bencana yang terjadi di lingkungannya.
Koordinator Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Berbasis Kawasan Pesisir PMI Aceh Jaya, Julia Wati, mengatakan, salah satu hasil yang ingin dicapai dalam program ini adalah produksi bibit mangrove oleh masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana dalam bentuk penanaman pohon mangrove. “Selain itu, bisa meningkatan perekonomian masyarakat dengan memanfaatkan hasil mangrove tersebut,” ujarnya, Jumat (7/11).
Selain itu, kata Julia, masyarakat diajak untuk terlibat langsung dalam kegiatan dengan cara membentuk Tim Sibat (siaga bencana berbasis masyarakat). Mereka dilatih tentang manajemen bencana, pelatihan radio komunikasi yang dilatih PMI Aceh Jaya. Sedangkan untuk pelatihan pengelolaan sumber daya pesisir langsung dilatih oleh pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Setelah mendapat pelatihan tersebut, Tim Sibat membuat pembibitan di masing-masing desa dengan total 113. 450 bibit mangrove. Rinciannya, Gampung Baro 28 ribu bibit, Lhok Timon 25 ribu bibit, Jeumphek 14.250 bibit, Lhok Kruet 9.800 bibit, dan Crak Mong 28 ribu.
Proses pembibitan sudah dilakukan sejak Februari 2014 dan kini memasuki proses penanaman. Adapun jenis-jenis mangrove yang bisa tumbuh di Aceh Jaya antara lain Rhizophora Mucronata, Avicenna Marina, Ceriops Tagal, Pidada Bogem (Sonneratia), Rhizophora Apicutula, Bruguiera Gymnorizha, Bruguiera Cylindrica, dan Bruguera Exaristata.
Komandan Sibat Desa Sayeung, Kecamatan Setia Bhakti, Sabrani, mengatakan, bagi masyarakat Gampong Baro Sayeung, sungai atau rawa adalah vital secara ekonomi. Di rawa dan sungai itulah masyarakat mencari ikan untuk kebutuhan sehari-hari atau untuk diperjual-belikan.
“Dengan penanaman kembali mangrove ini, kami berharap ikan, udang, maupun kepiting akan beranak pinak. Dan tentunya masyarakat juga yang akan diuntungkan secara ekonomi,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, penanaman mangrove ini juga untuk menetralisir limbah merkuri yang mencemari aliran sungai dan rawa-rawan di seputar Sayeung. “Limbah merkuri yang berasal dari tambang emas ilegal di hulu sungai menambah permasalahan di sini. Ikan, kepiting, dan udang sungai mati akibat pencemaran merkuri,” ujarnya.