REPUBLIKA.CO.ID, TABANAN -- Pemerintah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB) memproyeksikan inflasi kumulatif pada akhir tahun akan melonjak setelah kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah III, Benny Siswanto mengatakan konteks pertumbuhan ekonomi diketiga provinsi mengalami dinamika dan variasi.
"Inflasi ketiga provinsi secara agregasi mengalami perubahan. Ada volatilitas di mana NTT lebih tinggi, demikian juga Bali dan NTB. Angkanya diperkirakan meningkat 2-2,5 persen dari proyeksi nasional," kata Benny dijumpai di Tanah Lot, Tabanan, Senin (24/11).
Benny menambahkan pemerintah harus menjamin pasokan, ketersediaan, dan pelayanan BBM di SPBU. Berikutnya adalah menjamin transportasi dan distribusi.
Di Nusra, kendalanya bukan kelangkaan BBM, melainkan jumlah SPBU-nya yang sedikit. Pertemuan intensif dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) dan PT Pertamina perlu terus dilakukan.
Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali, I Ketut Wija mengatakan inflasi kumulatif Bali diakhir tahun diproyeksikan 6,5 persen.
"Angka ini memang lebih tinggi. Tapi ini cukup mengejutkan dalam artian tidak diiringi unjuk rasa. Kenaikan Rp 2.000 per liter di Bali itu biasa asal BBM tak langka," ujar Wija dijumpai Republika.
Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Tigor Siahaan mengatakan jika kenaikan inflasi di regional mencapai 2-2,5 persen, maka dengan kompleksitas provinsi kepulauan seperti NTT, inflasi akan naik 2,6-2,9 persen secara keseluruhan. Tanpa kenaikan BBM, inflasi di NTT diperkirakan ada di 2,79 persen dibandingkan nasional 4,3 persen.
"Jadi, inflasi akhir tahun di NTT kami perkirakan nanti mencapai 7,4-7,8 persen atau dinilai tengah 7.6 persen. Ruang gap inflasi kami dengan nasional masih cukup lebar. Kuncinya adalah pengendalian tarif angkutan udara, dan kebutuhan pokok menjelang Natal dan Tahun Baru," ujar Tigor.
Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan Provinsi NTB, Dewi Ritawati memproyeksikan provinsi tersebut akan mengalami kenaikan inflasi 1,25-1,5 persen pada November 2014, berikutnya Desember dua persen.
"Secara kumulatif, inflasi November akan menjadi 3,91 persen, sedangkan diakhir tahun secara total bisa mencapai tujuh persen," kata Dewi.
Kepala Perwakilan BI NTB, Bambang Hermawan mengatakan potensi kenaikan harga di NTB terbilang kecil, sebab hanya terdiri dari satu pulau. Kondisi inu berbeda dengan NTT yang jauh lebih tinggi. Potensi menguatnya inflasi di NTB akan lebih rendah dibandingkan NTT.
"Permintaan (demand) di NTB sedikit. Penduduknya hanya empat juta jiwa dan turis hanya 100 ribu pengunjung per bulan. Jadi kenaikan harga tak akan sebesar Bali dan NTT," kata Bambang.