REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia Kepulauan Riau menganjurkan seluruh pengusaha untuk mengabaikan upah kelompok usaha karena tidak berdasarkan hukum yang kuat. "Apindo menganjurkan pengusaha bisa mengabaikan membayar upah kelompok," kata Ketua Apindo Kepri Cahya di Batam, Jumat.
Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani menetapkan upah kelompok usaha sesuai rekomendasi Wali Kota Batam yaitu untuk industri logam berat (K1) sebanyak Rp2.851.687, industri elektronik (K2) Rp2.694.335 dan industri garmen dan jasa (K3) Rp2.668.177.
Menurut Cahya, Indonesia hanya mengenal Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK) serta Upah Minimum Sektor Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektor Kota (UMSK). Sedang Upah Kelompok Usaha atau Upah Sektoral tidak dikenal.
Ia mengatakan khusus untuk UMSP dan UMSK, Gubernur hanya dapat menetapkannya atas dasar kesepakatan organisasi pengusaha dengan serikat pekerja di sektor yang bersangkutan, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum. "Jika Peraturan Menteri saja sudah tidak ditaati oleh pemerintah daerah maka jangan disalahkan masyarakatnya mengabaikan SK Gubernur tentang UMK Batam tahun 2015," kata dia.
Sementara itu, Apindo juga memertimbangkan untuk menggugat penetapan UMK Batam 2015 karena tidak sesuai dengan aturan mengenai mekanisme perhitungan UMK. "Sikap kami terhadap SK Gubernur mengenai nilai UMK Batam akan kami konsultasikan dengan tim hukum dan DPN Apindo, apakah mau mencari keadilan lewat jalur hukum atau bagaimana," kata Cahya.
Apindo menyatakan kecewa dengan keputusan Gubernur menaikkan nilai UMK dari yang direkomendasikan Wali Kota Batam. "Awalnya Pak Gubernur sudah buat pernyatakan tidak akan intervensi masalah angka UMK Batam, ternyata Pak Gubernur tetap menetapkan angka lebih tinggi dari apa yang sudah direkomenkan Pak Wali Kota," kata dia.