Jumat 21 Nov 2014 12:39 WIB

Beban Konstitusional Jokowi di Awal Pemerintahan

Rep: Agus Raharjo/ Red: Winda Destiana Putri
Indonesia's President Joko Widodo, popularly known as Jokowi (file)
Foto: AP Photo/Pablo Martinez Monsivais
Indonesia's President Joko Widodo, popularly known as Jokowi (file)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru sebulan Joko 'Jokowi' Widodo menjabat Presiden, sudah menanggung beban konstitusional. Hal ini dinilai akan membuat pemerintahan Jokowi menjadi sulit kedepannya.

Beberapa beban konstitusional yang ditanggung Jokowi tersebut menurut Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, pertama keluarnya surat Menteri Hukum dan HAM soal pengesahan muktamar PPP Surabaya versi Romahurmuziy. Padahal, saat itu PPP sedang konflik internal. Terlebih, Menkumham baru sehari dilantik.

Beban konstitusional kedua adalah adanya surat Menteri Dalam Negeri terkait pengangkatan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI. Padahal, sedang ada perbedaan pendapat di tubuh DPRD yang akhirnya meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Bahkan Jokowi membawa pelantikan Ahok ke Istana.

"Lalu kartu-kartu Jokowi juga akan bermasalah," kata Fahri Hamzah di gedung parlemen.

Fahri menambahkan, selain ketiga beban konstitusional tersebut, Jokowi juga menambah beban konstitusional lagi dengan menaikkan harga BBM.

Menurutnya Jokowi memancing kontroversi dengan menabrak Undang-Undang APBN-P pasal 13 tentang konsultasi dengan DPR terkait subsidi BBM.

Dalam pasal 13, Presiden diberi keleluasaan untuk menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia melebihi 105 Dolar AS dan kurs. Padahal, kebijakan kenaikan harga BBM kemarin ketika harga minyak dunia turun drastis.

"Ini juga menyeret Jokowi ke beban konstitusionalitas," imbuh Fahri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement