Kamis 20 Nov 2014 20:28 WIB

Hore, Indonesia akan Bangun Boarding School untuk Anak-Anak TKI Malaysia

Rep: C97/ Red: Julkifli Marbun
TKI/ilustrasi (Antara/M Rusman)
TKI/ilustrasi (Antara/M Rusman)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan akan membangun sarana belajar berupa boarding school di daerah Sarawak dan Sabah. Fasilitas tersebut ditujukan untuk anak-anak yang tinggal di Perkebunan Kelapa Sawit. Hal ini disampaikan oleh Hermono Wakil Kedutaan Besar RI di Malaysia, Kamis (20/11).

"Proyek ini sudah disetujui dan akan dimulai tahun 2015. Dananya berasal dari APBN," kata Hermono di Kantor Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), Pejambon, Jakarta Pusat. Menurutnya dari 53 ribu anak di kebun sawit, baru 21 ribu yang mendapatkan akses pendidikan. Itupun hanya di Learning Center yang sifatnya informal.

Selain mengupayakan pembangunan sekolah, Kemlu dan Mendikbud sedang memformulasikan metode belajar lainnya agar anak-anak bisa mendapatkan akses pendidikan. Salah satunya dengan program Distance Learning. Dimana pembelajaran akan dilakukan dari jarak jauh seperti teleconference.

"Untuk program ini akan dibuat seperti mekanisme UT (Universitas Terbuka). Kami pun sedang bekerjasama dengan salah satu unit usaha Telkom. Dan mereka sudah melakukan survey ke lapangan", papar Wakil Dubes itu. Menurutnya metode ini paling cocok. Karena medan perkebunan kelapa sawit sangat luas, terjal, dan jauh. Sehingga menyulitkan anak dan guru untuk bertemu di satu tempat.

Terkait fasilitas dan SDM, pihak Kemlu menyerahkan teknisnya pada anak Telkom tersebut. Semua upaya tersebut dilakukan untuk memenuhi hak pendidikan anak di perkebunan sawit.

Hingga sekarang Kemlu pun masih mengupayakan agar pemerintah Malaysia mau mengizinkan pendirian sekolah di sana. Menurut Tatang Budi Razak Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNIBHI) Kemlu, upaya pendekatan Malaysia sedikitnya  sudah membuahkan hasil. Salah satunya, negara tetangga itu sudah mau memberikan izin bagi guru Indonesia untuk mengajar di sana.

"Berbagai upaya sudah kami lakukan. Kedepannya kami akan memonitoring serta mengupayakam peningkatan kualitas dan kuantitas terkait pemecahan masalah tersebut", kata Tatang di Kantor Dinasnya.

Tatang menjelaskan kendala terberat dari pemecahan masalah tersebut adalah remote area yang sangat luas. "Bayangkan saja, hanya ada tiga untuk mengelola 10 hektar kebun sawit", katanya. Tentu jarak tinggal penduduk dan anak-anak sangat jauh. Ditambah lagi jalan akan sulit dilalui jika hujan.

Walaupun begitu semua upaya ke arah yang lebih baik sedang dilakukan. Perlahan tapi pasti, semua anak di perkebunan akan mendapat akses pendidikan yang layak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement