Kamis 20 Nov 2014 16:59 WIB

60 Persen Pedagang Valas di Bali Ilegal

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad
Transaksi valas -ilustrasi
Transaksi valas -ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing (Valas) Bali, Ayu Astuti Dhama mengatakan sekitar 60 persen atau 360 pelaku usaha valas di Bali menjalankan bisnisnya secara ilegal.

Jumlah tersebut melebihi separuh jumlah pedagang valas resmi yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota di Bali.

Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) di Bali terdiri dari 124 kantor pusat yang memiliki lebih dari 400 cabang.

Denpasar adalah salah satu sentra utama kegiatan penukaran valas di Indonesia setelah Batam (Kepulauan Riau), disusul Surabaya (Jawa Timur), dan Lombok (Nusa Tenggara Barat)

"Kehadiran yang ilegal ini sangat merugikan kami. Mereka tak berizin dan nakal," ujar Ayu kepada Republika, di Denpasar, Kamis (20/11).

Bisnis valas rawan berbagai bentuk penyalahgunaan, meliputi sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik, hingga penyelundupan yang disamarkan seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menukar valas.

Menurut Ayu, pedagang-pedagang valas ilegal semakin banyak menjamur di Bali pada akhir tahun menjelang Tahun Baru.

Dari sisi volume, transaksi valas di Denpasar menempati posisi kedua setelah Jakarta hingga September 2014. Rata-rata total nilai transaksi pembelian Uang Kertas Asing (UKA) dan Traveler Check (TC) mencapai Rp 985 milliar per bulan. Sedangkan rata-rata total nilai transaksi penjualan UKA mencapai Rp 966 milliar per bulan.

Bank Indonesia (BI) mencatat telah terjadi 70 kali pelanggaran di bidang usaha penukaran valuta asing (valas) di Bali hingga September 2014. Sebanyak 21 penyelenggara KUPVA telah dikenakan sanki pencabutan izin usaha.

"Secara umum, pelanggaran yang dilakukan penyelenggara KUPVA non-bank di Bali lebih kepada keterlambatan administrasi penyampaian laporan berkala. Namun di luar itu, pelanggaran KUPVA ilegal lebih banyak," ujar Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran dan Pengawasan Bank, Ronald Waas dijumpai di Denpasar, Kamis (20/11).

Dalam rangka mencegah berbagai kejahatan di bidang KUPVA, BI telah menerbitkan  Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/15/PBI/2014 tanggal11 September 2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Non-Bank.

PBI ini akan mendorong penguatan dan pemurnian semua kegiatan usaha penukaran valas non-bank harus mendapat izin BI.

PBI ini juga memitigasi potensi risiko dari berbagai bentuk penyalahgunaan dan kejahatan terkait kegiatan penukaran valuta asing. Ronald mengatakan untuk menekan potensi kriminalitas dalam sistem pembayaran serta KUPVA, penanganan terhadap dugaan tindak pidana perlu dilakukan secara intensif.

Koordinasi dan konsolidasi yang kuat antar otoritas dan penegak hukum dapat mencegah dan meminimalisir berbagai kejahatan di bidang sistem pembayaran dan KUPVA. Selain itu, pengenaan sanksi tegas dapat memberi efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut.

BI dan Polri di level pusat dan daerah sepakat melakukan kerja sama penanganan berbagai dugaan, baik tindak pidana sistem pembayaran dan KUPVA, pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI, dan tindak pidana terhadap uang  rupiah dapat berjalan efektif dan lancar.

Menurut Ronald, usaha KUPVA perlu ditata baik, dari segi bisnis kelembagaan agar kegiatan usaha ini memberikan jaminan keamanan dalam berusaha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement