REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikan harga BBM bersubsidi sebesar dua ribu rupiah untuk premium dan solar. Sepanjang sejarah Indonesia, kenaikan itu bukan kali ini saja.
Pada era sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun melakukan beberapa kali perubahan harga BBM bersubsidi. Lalu, apakah ada perbedaan antara Jokowi dan SBY terkait perubahan harga BBM?
"Selamat siang, Tuips. Mari kita lihat isu kenaikan BBM dari angle yg berbeda, dari cara dua presiden bersikap. #susilojoko," kata mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum melalui akun twitter @anasurbaningrum, Rabu (19/11) siang.
Menurut Anas, semua Presiden Indonesia pernah menaikkan harga BBM. Malah, ada yang menyebutnya sebagai salah satu kutukan.
Namun, Anas menyatakan, lebih melihatnya sebagai konsekuensi kepemimpinan dalam relasi dengan pilihan kebijakan energi.
"Baru SBY yang menurunkan harga BBM menjelang Pemilu 2009. Ini jadi isu kampanye yang manjur bin mujarab. #susilojoko *abah," tuturnya.
Sementara Jokowi, kata dia, langsung menaikan harga BBM bersubsidi di awal kepemimpinannya. Hal itu sebagai konsekuensi kepemimpinan dan proyeksinya tentang mengelola Indonesia.
"Lalu, apa perbedaan dan persamaan antara SBY dan Jokowi dalam urusan menaikkan harga BBM? Kita mulai dari perbedaannya. #susilojoko *abah," ungkap Anas.
Jokowi, kata dia, tak banyak menggelar rapat sementara SBY melakukannya berkali-kali. Kemudian, Jokowi disebut cepat memutuskan, sedangkan SBY lambat atau hati-hati dalam memutuskan.
Selain itu, ia menyebut, Jokowi tidak membahas secara khusus bersama koalisinya (Koalisi Indonesia Hebat/KIH). Sementara SBY selalu membahas di setgab (sekretariat gabungan) berkali-kali.
Jokowi juga disebut didukung oleh seluruh partai koalisinya. Kecuali beberapa politisinya yang kritis. Sedangkan tak semua partai koalisi SBY mendukung.
"Jokowi umumkan sendiri, didampingi Wapres dan para menteri. SBY tugaskan menteri, tapi umumkan sendiri penurunan harga BBM."
"Jokowi berani tampil ke depan untuk tidak populer, SBY memilih menjaga sepenuh hati popularitasnya."
Perbedaan lainnya, ia menilai, Jokowi tidak punya beban politik langsung kepada partai. Sementara SBY telah menjadi etalase utama partainya.
Karenanya, beban politik Jokowi terhadap partainya relatif terbatas. Sementara di pundak SBY ada beban berat yang harus dipikulnya.