Rabu 19 Nov 2014 12:04 WIB

Jokowi Minta Petral Dikaji Ulang

 Menteri BUMN Rini M Soemarno (kiri) dan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan)  (Republika/ Yasin Habibi)
Menteri BUMN Rini M Soemarno (kiri) dan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan, bersama dengan Menteri BUMN Rini Soemarno bakal mengkaji manajemen Petral sebagai langkah membenahi tata kelola migas.

"Arahan Beliau (Presiden Joko Widodo) meminta kepada Menteri BUMN dan Menteri ESDM untuk me-review secara menyeluruh keadaan PT Petral," kata Sudirman Said dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (19/11).

Menurut dia, pengkajian secara menyeluruh itu penting agar Petral benar-benar dapat digunakan untuk kesejahteraan bangsa.

Bahkan, ia mengemukakan bahwa bila ditemukan ternyata merugikan bagi kesejahteraan bangsa maka ada kemungkinan untuk dapat ditutup.

"Tapi terlebih dahulu harus dilakukan review," ucapnya.

Menteri BUMN mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui seberapa kompleks isu tersebut, tetapi pekan depan rencananya tim reformasi tata kelola migas pimpinan Faisal Basri akan bergerak ke Singapura.

Tim tersebut, menurut Sudirman Said, akan berdiskusi dengan manajemen Petral dan hasil laporan dan temuan awal tim tersebut, juga akan diperdengarkan oleh Menteri ESDM dan Menteri BUMN. "Setelah mendengar laporan awal baru ditentukan langkah selanjutnya," tuturnya.

Sekitar beberapa pekan sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, keberadaan Pertamina Energy Trading Limited atau Petral akan tetap dipertahankan, karena merupakan instrumen strategis untuk kemandirian energi.

"Tidak harus dibubarkan. Hanya saja, pengawasannya mesti sepenuhnya ada di tangan orang yang benar-benar berpihak pada kepentingan negara. Itu harus kita cek lebih jauh," katanya menjawab pertanyaan mengenai pembubaran Petral dalam suatu diskusi di Jakarta, Sabtu (1/11).

Ketika itu, Menteri ESDM juga berpandangan, kedudukan Petral sudah tepat tetap berada di Singapura antara lain karena Indonesia membutuhkan instrumen "trading" migas di luar negeri seperti Petral yang mempunyai fleksibilitas, kemampuan kredit besar, dan terdaftar dalam pasar internasional.

"Yang keliru adalah kalau instrumen itu dimanfaatkan secara salah. Itu yang harus ditata kembali," tukasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement