REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi partai Golongan Karya (Golkar) juga berencana akan mengajukan hak konstitusionalnya sebagai anggota DPR RI atas kebijakan kenaikan harga BBM oleh Presiden Joko Widodo. Hal itu disampaikan Ketua Fraksi Golkar, Ade Komaruddin dalam siaran persnya.
"Fraksi Golkar DPR RI akan menggunakan hak-hak konstitusionalnya untuk meminta penjelasan pemerintah atas kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi," tulis Ade melalui siaran pers pada wartawan, Selasa (18/11).
Menurut Golkar, kebijakan Presiden Jokowi sangat mengejutkan terlebih baru menjabat selama 28 hari. Pemerintah dinilai hanya mengambil jalan pintas untuk mengatasi ruang fiskal yang sempit. Terlebih saat ini harga minyak dunia sedang turun.
Sebab itu, kebijakan menaikkan harga BBM tersebut sulit dicari alasan dan logika dari sisi hitung-hitungan ekonominya karena turun menjadi 73,5 Dolar AS atau turun 30 persen dari target Indonesian Crude Price (ICP) di APBN 2015. Artinya, momentum menaikkan harga BBM sangat tidak tepat.
Golkar juga menilai harga BBM bersubsidi masih dapat ditekan lagi kalau menghitung penetapan harga produksi minyak dengan meninggalkan paradigma Mid Oil Platts Singapore (MOPS) yang sarat dengan permainan mafia migas.
Ini membuat kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi tidak realistis. Terlebih, Jokowi dinilai belum melihat komitmen serta upaya sistematis untuk mengatasi persoalan subsidi BBM. "Seperti belum jelasnya arah kebijakan konversi BBM ke Bahan Bakar Gas (BBG)," imbuh Ade.
Dengan kenaikan harga BBM ini akan mendorong inflasi di Indonesia. Padahal pemerintah tengah berupaya untuk menjaga tingkat inflasi tahun 2015 sebesar 4,4 persen sebagaimana yang tercantum dalam APBN tahun 2015.