Selasa 18 Nov 2014 19:13 WIB

'Harga BBM Mengonfirmasi Siapa yang Men-Drive Ekonomi di Negeri Ini'

Rep: c16/ Red: Mansyur Faqih
  Pengguna kendaraan bermotor antre untuk membeli BBM jenis premium di salah satu SPBU di Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/11).  (Antara/Wahyu Putro A)
Pengguna kendaraan bermotor antre untuk membeli BBM jenis premium di salah satu SPBU di Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/11). (Antara/Wahyu Putro A)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Rizal Ramli menyampaikan selamat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ucapan itu terkait keputusannya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) justru saat harga minyak mentah dunia mengalami tren turun.  

Menurut dia, selama ini Jokowi tidak pernah transparan mengenai biaya pokok subsidi roduksi BBM di dalam negeri. 

"Selamat kepada Jokowi yang menaikkan harga BBM justru ketika tren harga minyak mentah dunia sedang turun. Sungguh, apa yang dilakukan Jokowi belum pernah dilakukan pemerintah sebelumnya,” kata Rizal Ramli melalui siaran pers, Selasa (18/11).

Menurutnya, di bursa New York Marcantile Exchange (NYMEX), harga minyak hari ini diperdagangkan pada kisaran 74,98 dolar AS per barel. Malah, Malaysia justru menurunkan tarif BBM. 

Sebelumnya, lanjut dia, sejumlah negara sudah menurunkan harga jual BBM-nya. Seperti Cina yang sudah tujuh kali menurunkan harga BBM dalam kurun waktu tujuh tahun. Terakhir dilakukan pada 1 November 2014.

Dari rezim ke rezim, menurut Rizal, pemerintah hanya sibuk dengan urusan hilir, yaitu harga. Karenanya, setiap kali ada tekanan pada APBN, menaikkan BBM menjadi pilihan terakhir. 

"Ini langkah pemerintah yang malas dan tidak kreatif. Akibatnya rakyat yang selalu menjadi korban," tukas menteri perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Ia berpendapat, pemerintah seharusnya memberantas mafia migas yang telah banyak merugikan rakyat dan bangsa Indonesia. Soal BBM juga terkait dengan cost recovery yang telah naik hingga 200 persen dengan lifting yang justru turun sampai 40 persen.

Ia mengaku, berkali-kali menyarankan pentingnya pemerintah membangun kilang minyak (refinery) 3x200 ribu barel. Sehingga pemerintah bisa menghemat biaya pengadaan BBM hingga 50 persen dari sekarang.

Menurut Rizal, pemerintahan Jokowi hanya tidak ada bedanya dengan rezim sebelumnya. Ia pun menyayangkan besarnya kenaikan yang Rp 2.000/liter itu persis dengan desakan Bank Dunia.

"Ini mengkonfirmasi, siapa sesungguhnya yang men-drive kebijakan ekonomi di negeri ini. Jargon berpihak kepada rakyat yang digembar-gemborkan Jokowi, ternyata palsu belaka," tukasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement