Selasa 18 Nov 2014 16:03 WIB
Kenaikan BBM

Kenaikan BBM Jangan Jadikan Pil Pahit

Rep: C89/ Red: Winda Destiana Putri
Rieke Dyah Pitaloka
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Rieke Dyah Pitaloka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengharapkan keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak menghasilkan kemajuan bagi masyarakat.

"Sudah menjadi keputusan pemerintah. Kita berharap pil pahit ini tidak menjadi racun yang mematikan tapi jadi jamu," kata dia saat ditemui di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (18/11).

Rieke menilai, Presiden Joko Widodo dan tim telah melakukan penghitungan mendalam pada APBN sebelum keputusan sulit kenaikan BBM tadi malam dikeluarkan. Pemerintah, lanjut Rieke, juga memiliki taksiran rigid terkait dampak dari kebijakan yang tidak populis itu.

"Menurut saya tim ahli Jokowi dan JK mengeluarkan kebijakan politik harga. Untuk dampak inflasi setelah kenaikan ini harus ada kebijakan," ujarnya.

Sebagai kompensasi kenaikan BBM, Rieke memaparkan, kabinet Jokowi-JK telah memperhitungkan bagaimana efek domino terjadi di masyarakat. Kenaikan standar pengupahan di kota dan kabupaten di seluruh Indonesia, menurut dia, sedang diperjuangkan pemerintah.

"Kalau naik 2000 harus ada tambahan 200 ribu per bulan," tutur Rieke.

Kalangan pekerja, jelas Rieke, kendati bukan merupakan target 15,5 juta warga miskin, juga terkena dampak kebijakan kenaikan harga BBM. Pendapatan kelompok buruh dan pegawai oleh sebab itu perlu dipikirkan.

"Sehingga ada perimbangan antara penghasilan dan dampak inflasi," ungkapnya.

Senin malam Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Harga minyak jenis premium yang banyak dikonsumsi kendaraan pribadi dinaikkan dari harga Rp.6500 per liter menjadi Rp.8500 per liter. Sementara harga minyak jenis solar juga naik Rp.2000 dari harga Rp.5500 menjadi Rp.7500.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement