REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mulai naik pukul 00.00 WITA, membuat sejumlah nelayan di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo bingung menetapkan harga penjualan ikan.
Seperti yang diungkapkan Iis Pomalingo, naiknya harga BBM khususnya solar menjadi Rp 7.500 per liter, cukup memberatkan.
"Harga solar sebelumnya saja, kami sering merugi saat musim ikan sedang berlangsung. Apalagi jika sudah dinaikkan, dikhawatirkan produktivitas perikanan tangkap akan turun," ungkapnya.
Sebab, kebutuhan BBM yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan produksi ikan yang didapatkan, apalagi jika produksi melimpah pasti harga anjlok dan nelayan harus menelan kerugian.
Ia mencontohkan, kapal ikan miliknya bermesin 30 gross ton (GT) membutuhkan solar sekitar 1.500 liter sekali melaut. Dengan harga sebelumnya saja, ia mengaku sering merugi jika harga ikan anjlok saat produksi melimpah.
Olehnya Iis mengaku, kaget dengan kenaikan BBM secara tiba-tiba tersebut. "Seharusnya harga BBM bersubsidi belum dinaikkan, tapi pengawasan pembelian yang tepat sasaran harus dioptimalkan," ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Umar, pemilik perahu nelayan bermesin 3 GT, yang mengaku risau dengan kenaikan harga BBM tersebut.
Pasalnya, kata Umar, kenaikan harga tersebut pasti akan diikuti dengan harga komoditas lainnya sedangkan ia mengaku sekali turun melaut mulai pukul 23.00 WITA hingga pukul 03.00 WITA dini hari, seringkali hanya bisa meraup keuntungan rata-rata Rp 50 ribu.
Pasalnya, ikan yang ia dapatkan rata-rata hanya dijual di kisaran Rp15 ribu-Rp 20 ribu per ikat atau sekitar 7-8 ekor, belum lagi dipotong belanja modal seperti bahan bakar dan bekal lainnya.
Ia berharap, kenaikan harga BBM diikuti dengan peningkatan bantuan pemerintah kepada nelayan dengan pendapatan minim seperti dirinya.