REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ajang pemilihan ratu kecantikan selalu dikaitkan sebagai cara meningkatkan pariwisata sebuah wilayah. Ternyata, korelasinya nihil.
"Malahan, ajang semisal miss internasional kerap membawa ekses ke Tanah Air. Misalnya, terkait prokontra cara para pesertanya berpakaian," kata pakar komunikasi budaya dari Universitas Padjajaran Bandung, Prof Deddy Mulyana, Senin (17/11).
Deddy berani menyimpulkan itu karena kompetisi tersebut kerap mengutamakan kompetisi fisik para pesertanya saja. Bahkan, katanya, beberapa pihak kerap menjadikan ajang kontes kecantikan sebagai jalan pintas semata untuk mempromosikan pariwisata Indonesia.
"Padahal kita mesti melihat problem utama dunia kepariwisataan kita. Dibandingkan dengan Malaysia, misalnya, jumlah turis asing ke Indonesia masih sedikit. Yang harus kita lihat adalah akar persoalan promosi wisata di Indonesia. Jadi, bukan hanya sekadar solusi instan," ungkap Deddy.
Dia menggambarkan, selama ini persoalan dunia pariwisata Indonesia terletak pada problem pengelolaan dan komunikasi. Artinya, promosi mesti diiringi dengan pembenahan tata kelola destinasi wisata di Indonesia.
Mulai dari bandar udara, hotel, hingga titik-titik di Tanah Air yang berpeluang menarik perhatian turis mancanegara.
Demikian pula terkait layanan bagi para turis asing yang masih sering mengalami diskriminasi. Misalnya, terkait menaikkan harga tiket masuk ke tempat wisata hingga beberapa kali lipat dari harga sewajarnya.
“Indonesia bisa membuat hal sepele menjadi sebuah destinasi wisata yang menarik, misalnya aktivitas bertani. Para turis asing bisa saja diajak menjadi petani di sawah," kata Deddy.