REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Marzan Aziz Iskandar menilai secara logika tidak mungkin server KTP elektronik berada di luar negeri.
Menurutnya pemerintah pasti sangat mempertimbangkan aspek keamanan dan kedaulatan dalam menjaga data kependudukan.
"Secara logika enggak mungkin. Setahu saya, server data center yang utama di Kemendagri. Kemudian recovery-nya server di Batam, jadi menggunakan otoritas Batam," katanya, saat dihubungi, Senin (17/11).
Marzan mengatakan sebagai proyek pemerintah dengan nilai dan peruntukan yang sangat besar, menurutnya tidak mungkin pemerintah memungkinkan akses data dari luar negeri.
Proyek tersebut, lanjut Marzan, tidak hanya melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tetapi juga mengikutkan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dan BPPT. Sehingga sejak awal dijamin tidak ada keterlibatan asing di dalamnya.
Marzan yang saat proyek KTP-el baru dimulai pada 2010 menjabat sebagai kepala BPPT itu mengatakan, semangat mengembangkan KTP-el mengutamakan kemandirian. Sehingga proyek senilai Rp 6.7 triliun itu dibiayai penuh oleh negara.
"Saya yang saat itu sebagai Kepala BPPT termasuk yang menolak untuk menggunakan pinjaman luar negeri, hibah, dan badan usaha dalam proyek ini. Saya menginginkan dibiayai anggaran APBN, sehingga memiliki kekuasaan mutlak terhadap data," jelasnya.
Namun, ia tak menampik dalam pembangunan infratsrutur ada sentuhan pihak asing. Misalnya, dalam pengadaan alat. Karena kemampuan industri dalam negeri masih terbatas. "Pembuatan chip, kartunya, segala macam pasti masih impor. Kalau itu negara mana saja itu dtanyakan saja ke pemenang tender," katanya.
Produksi kartu dan pembuatan chip tersebut, menurut Marzan tidak berpengaruh terhadap keamanan data. Semua pemangku kepentingan yang terlibat bisa melakukan pengawasan.
"Kami menjamin, tidak hanya BPPT, kan ada Lemsaneg juga menjamin. Ini kan lintas lembaga, sistem bisa diakses oleh orang yang berwenang," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, setelah evaluasi masalah KTP-el selama satu pekan, ditemukan tambahan masalah yang cukup serius. Di antaranya, temuan soal server KTP-el yang ditempatkan di luar Indonesia. Yakni di India dan Tiongkok.