Senin 17 Nov 2014 17:04 WIB
Evaluasi e-KTP

Moratorium Pencetakan KTP-el Diperpanjang Hingga Januari 2015

Rep: Ira Sasmita/ Red: Esthi Maharani
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e KTP yang sudah jadi di kantor Kelurahan.  (Ilustrasi)
Foto: Prayogi
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e KTP yang sudah jadi di kantor Kelurahan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mengdari) Tjahjo Kumolo mengatakan, penghentian pencetakan KTP elektronik diperpanjang. Moratorium yang mulanya ditargetkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selama November, diperpanjang hingga Januari 2015.

"Penghentiannya diperpanjang, sampai Januari. Ya (karena) merombak, pengecekan sampai tuntas, menyangkut keamanan, data-data yang tidak benar, membersihkan semua," kata Tjahjo di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (17/11).

Beberapa hari setelah dilantik sebagai Mendagri Kabinet Kerja, Tjahjo mengatakan evaluasi program KTP-el karena dilakukan evaluasi menyeluruh. Menurut Tjahjo, terdapat beberapa persoalan yang harus diselesaikan.

Pertama, ada dugaan database kependudukan secara elektronik tidak akurat. Banyak data kependudukan ganda, bahkan memiliki lebih dari satu KTP-el. Tidak sedikit pula penduduk yang sudah meninggal, namun masih tercatat dalam data kependudukan dan terdaftar sebagai pemilih.

Kedua, masalah distribusi fisik KTP-el. Tjahjo mengatakan, banyak laporan yang menyebutkan beberapa daerah belum mendapatkan hasil cetakan KTP yang sudah direkam. Ketiga, belum adanya standar operasional kerja yang seragam. Sehingga setiap daerah menafsirkan arahan pusat secara berbeda.

Masalah keempat yang harus dievaluasi,lanjut Tjahjo, menyangkut sistem dan spesifikasi pencatatan dan perekaman yang digunakan. Tjahjo menginginkan sistem informasi administrasi kependudukan yang berbasis sentral dan terpadu.

Namun, Tjahjo melanjutkan, setelah didalami selama satu pekan, ditemukan tambahan masalah yang cukup serius. Di antaranya, temuan soal server KTP-el yang ditempatkan di luar Indonesia. Yakni di India dan Cina.

Politikus senior PDIP itu berpendapat, tak seharusnya server data kependudukan Indonesia itu diletakkan di luar negeri. Karena server tersebut menampung data penduduk yang sifatnya rahasia.

"Ya rahasia negara, ya enggak bisa (di luar negeri)," kata dia.

Selain itu, menurut Tjahjo, ditemukan juga masalah pencetakan KTP-el palsu. Bahkan, Tjahjo mengatakan menemukan sendiri bukti KTP-el palsu tersebut.

"Saya ada data dan buktinya. Biar polisi saja yang urus," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement