Ahad 16 Nov 2014 12:03 WIB

Mengaku Terlahir dari Rakyat, Jokowi Harusnya Tunda Kenaikan Harga BBM

Jokowi
Foto: Agung Fatma Putra/Republika
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi seharusnya menunda niatnya untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai implikasi jargonnya sebagai pemimpin yang lahir dari rakyat.

“Menarik membaca pikiran Presiden Jokowi yang mengaku tidak peduli dan tak mau ambil pusing, jika popularitasnya turun, setelah menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurut saya, ini bukan urusan soal populer atau tidak, bukan  soal  turun naik popularitasnya, ini soal urusan sejengkal perut,” ujar pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, Ahad (16/11).

Di tengah kondisi harga minyak dunia yang berada di titik harga terendah, cetusnya, Jokowi malah tak ragu menaikkan harga BBM. Padahal, anggaran sebesar Rp 246,5  triliun untuk subsidi BBM adalah hak rakyat.

Ipang, panggilan dari Pangi menilai, kalau subsidi dicabut, maka semua barang kebutuhan pokok juga ikut naik dan rakyatlah yang kembali menanggung derita.

Pemerintah, ujarnya,  selalu membangun opini bahwa bangsa kita komsumtif, lebih baik dana tersebut dimanfaatkan atau dialihkan pada hal hal yang lebih produktif seperti pembuatan waduk, pembuatan jaringan rel kreta api, pupuk, irigasi, benih dana subsidi BBM bisa buat bangun jalan.

"Padahal, problemnya karena mafia migas dan pemborosan anggaran pemerintahan. Rumus kenaikan BBM yang terkena dampaknya selalu kesejahteraan rakyat. Maka, tunda kenaikan harga BBM kalau memang beliau presiden yang lahir dari rakyat,” harap Ipang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement