REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Kardaya Warnika mengatakan subsidi yang diberikan pemerintah bukan barang haram karena yang menikmati kalangan masyarakat.
"Subsidi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat bukanlah barang haram karena yang menikmatinya bukan orang luar namun rakyat sendiri," kata Kardaya dalam acara diskusi bertema 'Bola Panas BBM' di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (15/11).
Hal tersebut disampaikan Kardaya terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah dalam waktu dekat dengan alasan pengurangan subsidi yang diberikan karena seringnya terjadi penyelewengan dan tidak tepat sasaran.
"Ini seakan-akan subsidi itu dijadikan sebagai barang haram dengan dikatakan terlalu besar, tidak tepat sasaran, dan sering terjadi penyelewengan padahal yang menikmatinya kebanyakan berekonomi lemah," kata legislator yang mewakili Partai Gerindra itu.
Kardaya mengharapkan pemerintah telah melakukan pertimbangan mendalam agar bisa mengambil segala bentuk kebijakan secara matang dan harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan DPR terlebih masalah BBM yang merupakan isu sangat sensitif.
"Saya harap pemerintah berpikir masak ketika akan mengambil kebijakan terutama dalam isu sensitif seperti penaikan BBM karena menyangkut hajat hidup banyak orang. Selain itu semua kebijakan harusnya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan DPR agar fungsi keduanya berjalan," ujarnya.
Sementara itu politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Muara Sakti Simbolon mengharapkan pemerintah lebih berempati dalam menangani masalah BBM bersubsidi karena yang menggunakan komoditi tersebut biasanya tidak memiliki alternatif lain.
"Saya harap pemerintah lebih bersifat empati dalam penanganan masalah BBM ini karena kebanyakan yang memakai BBM bersubsidi itu terpaksa. Selain itu harus ada langkah konkrit dalam penanganan BBM jangan hanya main di harga saja tapi ke produksi karena rawan manipulasi oleh pengusaha nakal yang diuntungkan oleh kebijakan impor," katanya.