REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Menteri Perindustrian Saleh Husin sempat menceritakan alasannya memilih Nusa Tenggara Timur sebagai lokasi pertamanya melakukan kunjungan kerja.
Saleh mengaku, awalnya merasa tersindir oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat melakukan rapat kabinet.
"Saat itu Bu Susi bahas tentang garam. Saya langsung kepikiran kampung halaman saya, NTT. Saya sadar betul NTT sangat potensial untuk industri garam. Makanya saya langsung kejar apa kendala investor dalam membangun industri garam di NTT," jelas Saleh.
Karena meras tersindir, Saleh mengaku langsung fokus untuk mengembangkan garam industri di NTT. "Selama ini kita masih impor dua juta ton garam industri per tahun. Dengan adanya industri garam di NTT, harapannya kita bisa mandiri," lanjutnya di hadapan para bupati NTT.
Presiden Direktur PT Cheetham Salt, Arthur Tanudjaja menjelaskan, proyek ini menyangkut seribu hektare lebih lahan untuk produksi garam di Kabupaten Nagegeo.
Sejak 2011 industri garam di Nagegeo terhambat lantaran pembebasan lahan yang sulit. "Nanti industri garam ini akan menghasilkan 200 ribu ton produksi garam per tahun dan menyerap paling tidak 300 tenaga kerja dalam tahap awal," lanjut Arthur.
Kabupaten Nagegeo, NTT dianggap layak untuk industri garam karena memiliki curah hujan rendah dan tingkat evaporasi yang tinggi. Dalam industri itu, justru yang dibutuhkan adalah iklim yang kering, berlawanan dengan pertanian.
"Latar belakang MoU ini tentu dari program swasembada kebutuhan garam nasional kita sebesar 3,5 juta ton," jelas Arthur.
Saat ini, lanjut Arthur, produksi garam nasional sebesar 1,5 juta ton. Dengan nilai impor sebesar 1,6 juta ton untuk garam industri.