Jumat 14 Nov 2014 10:22 WIB

Para Rektor Makassar dan Akademisi Dukung Pencabutan Subsidi BBM

BBM
Foto: VOA
BBM

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Enam rektor perguruan tinggi besar di Makassar mendukung pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Keenam rektor itu adalah Prof Dr Dwia Ariestina (Universitas Hasanuddin), Prof Dr Arismunandar (Universitas Negeri Makassar), Prof A Qadir Gasing (UIN Alauddin Makassar), Prof Masrurah Mochtar (Universitas Muslim Indonesia), Dr Irwan Akib MPd (Universitas Muhammadiyah Makassar) dan Prof Dr Saleh Pallu  (Universitas Bosowa 45).

"Ini bukan soal jamin menjamin unjuk rasa, karena kita mendukung kebijakan pemerintah, karena analisanya jelas dan sudah matang," ujar Dwia, Jumat (14/11).

Pihak rektorat sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak agar implementasi kebijakan ini kondusif. Pihaknya juga membuka forum dialog dengan mahasiswa terkait kenaikan harga BBM ini. 

Mahasiswa akan dijelaskan, bahwa keputusan itu sudah dilakukan dengan pertimbangan dan analisa yang jelas. Apalagi pemerintah juga berencana akan mengalihkan subsidi BBM ini untuk penambahan anggaran di bidang infrastruktur dan pendidikan.

Sementara itu, ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono menjelaskan, masyarakat akan mampu menjaga daya beli saat pemerintah mengurangi subsidi BBM dan realokasi anggaran kepada proyek infrastruktur dan program bantuan langsung dengan proporsi yang sama.

“Kalau sampai bisa seperti itu, itu baru dahsyat. Baru nendang,” ujar Tony. 

Tony menilai, kenaikan harga BBM bersubsidi maksimal sebssar Rp2.500 akan aman bagi inflasi.

 Bila menggunakan asumsi itu, maka harga per liter menjadi Rp9.000. Dengan demikian, menurut Tony, inflasi 2014 bisa berada di bawah 8 persen dan inflasi 2015 di kisaran 5 persen. Namun Tony mengajukan syarat, tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) tidak perlu diubah. 

"Karena nanti perlu dilihat apa ada tekanan terhadap rupiah dan capital outflow (arus modal keluar)," katanya.

Menurut Tony, sudah saatnya pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkan dananya ke sektor produktif atau infrastruktur.

Apalagi 80 persen subsidi BBM dinikmati kalangan menengah ke atas. Tony menilai Indonesia harus mau menerapkan harga pasar BBM agar tingkat perekonomian bisa terjaga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement