REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengupahan DKI Jakarta telah menyelesaikan rapat penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015. Namun, satu besaran angka UMP yang dirapatkan oleh forum yang terdiri dari unsur pengusaha, Pemprov DKI, dan buruh tidak didapatkan.
Anggota Dewan Pengupahan DKI dari unsur pengusaha Sarman Simanjorang mengatakan hal ini karena terdapat penolakan angka yang sudah disetujui oleh pengusaha dan pemerintah. Nilai yang disetujui dari mayoritas dewan pengupahan itu adalah Rp 2.693.764,40.
"Kami dari unsur pengusaha dan pemerintah sudah menyetujui besaran UMP Rp 2.693.764,40 dalam arti naik 10,34 persen dari tahun lalu. Tapi, unsur buruh tetap pada tuntutan mereka yaitu Rp 3.574.177,36," ujar Sarman, Kamis (13/11).
Ia menjelaskan angka yang didapatkan ini sudah disusun berdasarkan kepentingan bersama. Angka ini juga didasarkan dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2014 yaitu sebesar Rp 2.538.174,31 dan ditambah dengan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,13 persen.
Dengan penolakan dari serikat buruh, Dewan Pengupahan DKI mengajukan dua usulan angka UMP 2015 kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Hal ini karena keputusan akhir tetap berada di tangan pria yang akrab disapa Ahok itu.
"Karena unsur pekerja di dewan pengupahan tidak setuju, jadi kami terpaksa mengajukan dua angka yang berbeda yaitu yang kami pengusaha dan pemerintah sepakati dan buruh inginkan. Kami berharap Pak Ahok dapat mengambil keputusan secara bijak," jelas Sarman.
Sementara itu, Ahok mengatakan bahwa dirinya lebih cenderung kepada nilai yang disepakati oleh unsur pengusaha dan Pemprov DKI. Hal ini karena nilai yang diajukan dua unsur itu sesuai dengan formula yang ditetapkan untuk penyusunan UMP.
"Kita kan mengikuti KHL, ini kan sudah sesuai, sedangkan dari buruh kan enggak cari-cari terus alasan agar bisa tidak sesuai itu," ujar Ahok.