Kamis 13 Nov 2014 15:05 WIB

KMP Tolak Pemangkasan Hak DPR

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Esthi Maharani
 (dari kiri) Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto memimpin jalannya rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/10). ( Republika/Agung Supriyanto)
(dari kiri) Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto memimpin jalannya rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/10). ( Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Merah Putih (KMP) menolak permintaan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) merevisi sejumlah pasal di Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) yang memangkas kewenangan DPR. Bagi KMP, DPR memiliki hak mengoreksi pemerintah sebagaimana amanat UUD 1945.

"Kami tidak mau ada pengubahan yang mengoreksi sikap atau hak DPR terhadap pemerintah," kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/11).

KMP tidak mau kompromi dengan KIH soal hak-hak kedewanan. Fadli mengatakan tidak mungkin hak yang melekat pada dewan seperti hak bertanya, hak interplasi, dan hak angket dipreteli. Fadli bahkan mengatakan lebih baik tidak ada revisi UU MD3 daripada mesti menghilangkan hak dewan.

"Hak DPR itu tidak bisa diutak-atik," ujarnya.

Penguatan peran DPR diperlukan untuk mengimbangi kebijakan-kebijakan pemerintah. Sebab menurut Fadli selama ini pemerintah sering mengabaikan hasil rapat yang dilakukan bersama DPR. Artinya, pemerintah tidak menghargai daulat rakyat yang ada di parlemen.

"Dalam praktiknya sering kali pemerintah mengabaikan begitu saja hasil rapat kerja," katanya.

Fadli mengatakan DPR mesti solid merespon kebijakan-kebijakan pemerintah. Terutama menyangkut pengubahan nomenklatur kementerian dan arsitektur kabinet. Fadli berharap KIH segera menyerahkan nama-nama anggota di komisi dan alat kelengkapan dewan lain.

"Kami ingin lebih cepat," ujarnya.

Sebelumnya Wakil Sekretaris Jendral DPP PDIP, Achmad Basarah mengatakan KIH pasal-pasal dalam UU MD3 yang tidak mencerminkan semangat presidensiil direvisi. Ada dua pasal di UU MD3 yang menurut KIH bertentangan dengan semangat sistem presidensiil: Pasal 74 dan Pasal 98 ayat 5,6,7.

"Aturan itu seolah-olah DPR mendikte pemerintah. Buat apa islah kalau DPR posisinya tidak equal dengan pemerintah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement