Rabu 12 Nov 2014 16:48 WIB

APTISI: Waspadai Ledakan Pengangguran Intelektual

Rep: Heri Purwata/ Red: Erdy Nasrul
Pengangguran di Italia
Foto: eutimes.net
Pengangguran di Italia

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN – Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Prof Edy Suandi Hamid menandaskan saat ini terdapat 600 ribu pengangguran intelektual. Jika tidak ada perbaikan kuallitas tenaga kerja intelektal dikhawatirkan terjadi booming pengangguran terdidik.

Edy Suandi Hamid mengemukakan hal itu pada Ceramah Ilmiah Wisuda Pascasarjana dan Sarjana Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab) Medan, di Gedung Selecta Medan, Sumatera Utara, Rabu (12/11). Wisuda dilakukan Rektor Unpab, Isha Indrawan. Wisuda Unpab Medan diikuti 619 lulusan, terdiri dari 565 orang strata satu (S1), 33 diploma tiga (D3) dan 33 orang strata dua (S2). Turut hadir dalam acara wisuda Wakil Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi.

Lebih lanjut Edy mengatakan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan diberlakukan Januari 2015 meliberalkan pasar tenaga kerja profesional. Karena itu, Perguruan tinggi bukan saja ikut bertanggung jawab atas pengangguran terdidik yang ada, melainkan juga harus meningkatkan kualitas lulusannya, dan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan permintaan bursa kerja. “Jika itu tidak dilakukan, bisa jadi PT hanya akan menambah masalah dengan melahirkan lebih banyak pemganggur intelektual,” kata Edy.

Pemerintah dan kabinet baru, kata Edy, perlu segera memiliki agenda aksi yang jelas dalam menyongsong implementasi MEA 2015. Pemda-pemda juga perlu didorong untuk melakukan penguatan ekonomi sehingga tidak menjadi korban MEA, yang bisa menimbulkan kerugian berkepanjangan. “Namun, sayangnya sampai sekarang sosialisasi dan persiapan itu masih sangat minimal,” katanya.

Edy Suandi Hamid yang juga Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengatakan pemerintah dan pelaku ekonomi seharusnya lebih bersifat ofensif. MEA harus dijadikan momentum untuk memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar tenaga kerja Indonesia.

Adanya MEA harus dipandang sebagai bertambahnya pasar Indonesia menjadi lebih dari dua kali lipat, dari 250 juta menjadi 600 juta. Dengan pola pikir dan semangat demikian bisa diharapkan kita dapat memetik manfaat optimal dari MEA.

“Perekonomian harus didorong lebih cepat tumbuh, ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya. Misalnya, sekarang justru sektor manufaktur kita tumbuhnya melambat. Padahal sektor ini diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian nasional,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement