Selasa 11 Nov 2014 09:46 WIB

Ini Solusi Buat Jokowi Agar Tidak Menaikkan Harga BBM

Rep: c 73/ Red: Indah Wulandari
Rizal Ramli
Foto: antara
Rizal Ramli

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Rencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi pro kontra di tengah masyarakat. Ternyata, ada cara lain yang tidak mengorbankan hak rakyat.

"Pemerintah selama ini bilang tidak ada opsi lain. Menurut kami ada. Kami menawarkan ada cara yang lebih cerdas dan manusiawi, daripada harus menaikkan BBM," kata mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (10/11).

Ia menyarankan pemerintah agar menghapus premium dan membuat produk BBM baru dengan tingkat oktan sekitar 83. Hal itu ia sampaikan pada pimpinan DPD, dan rencananya akan disampaikan dalam dua hari ini pada pimpinan DPR dan komisi terkait di DPR. 

Menurutnya, premium memiliki oktan yang terlalu tinggi. Sehingga, menyebabkan banyaknya penyelewengan. Dengan tingkat kandungan oktan antara 88-90 seperti saat ini, mobil mewah tetap mau memakai premium.

Ia mengatakan, tingkat oktan 83 tidak cocok digunakan untuk mesin mobil baru, apalagi yang terbilang mewah. Dengan demikian, masyarakat berpenghasilan tinggi yang biasa menggunakan premium untuk mobil mewah akan beralih menggunakan Pertamax. Sehingga, menurutnya, penggunaan premium yang tadinya 55% dari total konsumsi BBM, akan turun sekitar 40%.  

Selanjutnya, katanya, BBM rakyat ini hanya akan dipakai untuk sekitar Rp 86 juta pengendara sepeda motor, 3 juta angkot dan 2 juta nelayan. Sementara itu, ia menyarankan agar Pertamax Plus dinaikkan. Dengan demikian, subsidi hilang sebesar Rp 223 triliun dan negara dapat untung sebesar Rp 130 triliun. 

Ia juga mengatakan, hingga kini Indonesia belum membangun kilang minyak di negeri sendiri. Menurutnya, pembangunan kilang selalu dibenturkan pada berbagai alasan agar Indonesia terus tergantung pada minyak jadi dari Singapura. 

Ia menilai, ketergantungan membeli BBM melalui Petral dari Singapura sangat menguntungkan mafia migas. Hal ini yang kemudian, menyogok pejabat dari kelas atas sampai kelas menengah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement