REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Wacana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) mengindikasikan adanya ingkar janji PDI Perjuangan terhadap rakyat dengan menerapkan paham neoliberalisme.
“Saya begitu yakin, kader PDIP nggak solid dalam menaikkan BBM, ini adalah bagian dari ujian konsistensi dan ujian kesolidan. Untuk diketahui, hampir 10 tahun PDIP menolak kenaikan BBM, ini buah simalakama bagi PDIP,” terang pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago, Selasa (11/11).
Ia melihat, dilema itu terlihat ketika citra politik PDIP bakal turun saat harga BBM dinaikkan. Lantaran, tak lagi menjadi partai wong cilik, tapi bakal menjadi lelucon wong licik. Sedangkan kalau tak dinaikkan, negara bisa kolaps.
“Mereka pakai otak neolib untuk mengunakan rumus defisit APBN. Publik dibuat panik, seolah- olah negara bisa kolaps kalau BBM tak dinaikkan, padahal masing masing pos anggarannya sudah tersedia dan cukup. Kenapa hak rakyat dicabut?” tegas Ipang, panggilan dari Pangi.
Padahal, lanjutnya, tersedia solusi selain kenaikan BBM yang telah tercantum di Buku Putih PDIP. Ipang pun mengajak agar rakyat menasehati dan mengingatkan Presiden Jokowi untuk melihat kembali Buku Putih-nya yang disusun ataas nama rakyat.
“Bukankah kita bersepakat mendirikan negara ini untuk tujuan bersama, yaitu keadilan dan kemakmuran. Inilah yang publik tunggu gerakan people power yang sesungguhnya, karena ini langsung berurusan dengan perut rakyat,” jelas Ipang.