REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Harga karet di Provinsi Riau terus mengalami penurunan sehingga pemerintah diharapkan menerbitkan regulasi khusus untuk hilirisasi produk karet dan Indonesia akan dikenal sebagai negara penghasil produk berbahan dasar karet bukan lagi negara penghasil karet alam.
"Kebijakan ini dibutuhkan karena harga karet Riau dan Indonesia umumnya sepanjang periode tahun 2013 - 2014 terus mengalami penurunan sebesar Rp5.000-Rp7000/kg," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Zulher di Pekanbaru, Senin (10/11).
Menurut Zulher, turunnya harga karet tersebut antara lain juga akibat menurunnya permintaan karet dunia ke Indonesia, sehingga dibutuhkan regulasi khusus untuk hilirisasi produk komoditas non migas itu.
Ia memandang bahwa nasib petani karet diseluruh Indonesia bergantung kepada kebijakan pemerintah pusat untuk hilirisasi.
"Dengan hilirisasi, maka nilai jual karet rakyat Riau khususnya dan Indonesia akan terus terangkat, "katanya.
Ia menjelaskan, bahwa penyebab jatuhnya harga karet karena beberapa faktor antara lain keberadaan "triangle penghasil karet" yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand kini bukan lagi yang terbesar.
Selain itu, katanya, saat ini negara seperti Brazil, Cina, Vietnam, dan beberapa negara latin dan Afrika telah memiliki cadangan karet untuk ekspor sehingga mengakibatkan perdagangan karet mengalami persaingan yang ketat.
"Apalagi Tiongkok telah menurunkan nilai impor karetnya dari Indonesia karena telah memiliki basis produksi sendiri," katanya.
Penyebab turunnya harga karet Indonesia akibat permintaan karet alam yang semakin menurun karena telah tergerus oleh karet sintetis atau karet buatan.
Sebab pada beberapa dekade sebelumnya karet sintetis hanya dijadikan sebagai bahan campuran karet alam namun sekarang hal itu terbalik dengan karet alam sebagai pencampur karet sintetis dalam produksi suatu produk berbahan dasar karet.
Disamping itu ada beberapa alasan lainnya yaitu perlambatan ekonomi dunia, kualitas karet Indonesia yang kalah saing dengan karet negara lain.
"Faktor tersebut menyebabkan karet Indonesia tidak laku di pasar global. Apalagi hingga kini, kita belum bisa meningkatkan kualitas karet yang diproduksi sesuai dengan standar pasar global. Solusi yang tepat mengatasi penurunan harga ini, sebaiknya memang pemerintah pusat segera menerbitkan regulasi khusus tentang hilirasi karet," katanya.
Selain itu, mendorong swasta untuk melirik industri berbahan dasar karet seperti ban, sepatu, ataupun yang lainnya. Kita tidak lagi menjual karet alam namun menjual ke pasar dunia produk olahan karet.
"Melalui upaya ini maka nilai jual produk karet Indonesia akan semakin kuat dan petani akan diselamatkan," katanya.
Ia menambahkan untuk Riau telah membuat program perbaikan kualitas karet, diantaranya pemberantasan dan penggantian bibit palsu, peremajaan kebun karet rakyat yang tidak mampu, perbaikan jalan produksi, mengatasi hama dan penyakit, membantu petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, bimbingan serta penyuluhan.
Terbatasnya anggarannya, katanya lagi, maka belum semua kebun karet rakyat yang bisa diremajakan sehingga pemahaman petani untuk memiliki kebun yang berkualitas perlu terus ditingkatkan karena bagaimanapun kebun karet petani itu merupakan sumber utama penghasilan keluarga.