Senin 10 Nov 2014 18:27 WIB

PHRI: Kebijakan Pemerintahan Jokowi Bisa Matikan Bisnis Perhotelan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Hotel Santika Kelapa Gading
Foto: dok Santika
Hotel Santika Kelapa Gading

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Jawa Barat (PHRI Jabar), mengecam larangan rapat di hotel yang dicetuskan Pemerintahan Jokowi-JK. Kebijakan ini, dinilai bisa mematikan bisnis perhotelan dan berdampak ke sektor lain.

''Statement seperti dampaknya besar. Dampak ini yang tak mereka sadari. Usaha hotel, bisa banyak yang gulung tikar,'' ujar Ketua PHRI Jabar, Herman Muchtar kepada wartawan, Senin (10/11).

Menurutnya saat ini semua insan di perhotelan dan restoran sedang gerah dengan kebijakan tersebut. Masalah ini, ramai dibicarakan di grup BBM PHRI yang ada di Bali, Sumatra, Jawa dan daerah lainnya.

Sebenarnya, pernyataan yang disampaikan Menteri bisa saja dilakukan. Tapi ini dijadikan alat pencitraan karena dilakukan tanpa ada pertimbangan matang. Harusnya, mereka tahu kondisi tantangan bisnis dan perhotelan.

''Mereka kan langsungg cuap-cuap tak memikirkan gimana,'' katanya.

Muchtar mengatakan pertumbuan hotel saat ini sedang berkembang di seluruh Indonesia. Namun, pembangunan tak terkendali tersebut berdampak ke perang tarif. Saat ini, penutupan dan penjualan hotel sudah terjadi. Salah satunya, di Bogor ada 20 hotel melati yang bakal tutup. 

''Kalau ada kebijakan tersebut, kondisi bisnis hotel bisa semakin berat,'' ucapnya.

Kalau bisnis hotel tersendat, kata dia, akan berpengaruh juga pada PAD (pendapatan asli daerah) di Kota Bandung. Karena pajak terbesar di Kota Bandung berasal dari pajak Hotel dan Restoran. Nilainya, mencapai Rp 195 miliar.

''PAD dari hotel dan restoran ini, di Indonesia no 2,'' katanya.

Sementara menurut Penasehat PHRI yang juga pemilik Panghegar Grup, Cecep Rukmana,  hampir 90 persen wisatawan yang datang ke Jabar berasal dari wisatawan domestik.

Dari jumlah tersebut, sekitar 80 persen meeting dan konferensi dilakukan oleh pemerintah. Jadi, kalau ada kebijakan tersebut sebagian besar pasar hotel hilang.

''Kalau dilarang rapat di hotel, pendapatan hotel berkurang dan PAD juga kurang. Dampaknya, akan multiplayer efek,'' jelasnya.

Cecep mengatakan, dampak dari pernyataan tersebut saat ini memang belum terlihat. Karena, anggaran 2015 masih era SBY jadi sudah dialokasikan. Namun, begitu ada larangan ini, akibatnya anggaran yang sudah disiapkan bisa mengendap. Jumlahnya, bisa beberapa triliun.

"'Sekitar Rp 12 triliun atau Rp 15 triliun tak disalurkan ke pariwisata, maka multiplayer efect nua akan banyak yang hilang,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement