Senin 10 Nov 2014 09:01 WIB
Tokoh Islam melawan penjajah

Bung Tomo, Sang Pembakar Perlawanan Surabaya (bagian 1)

Rep: c01/ Red: Joko Sadewo
Bung Tomo
Foto: letaba346.blogspot.com
Bung Tomo

REPUBLIKA.CO.ID, Sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh-tokoh Islam. Mereka bergerak dan mengambil peran penting dalam mendorong perlawanan terhadap penjajah dan merebut kemerdekaan.

Tokoh-tokoh keagamaan seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga turut mengerahkan para santri dan masyarakat sipil yang kala itu lebih patuh pada para kyai dibanding pemerintah sebagai milisi perlawanan. Perlawanan rakyat Indonesia yang semula spontan dan tidak terkoordinasi ini pun makin hari menjadi teratur.

Berikut Republika Online (ROL) akan mengupas sedikit tentang siapa mereka dan bagaimana peran mereka dalam kemerdekaan Republik Indonesia.

Bung Tomo, Sang Pembakar Perlawanan Surabaya

JAKARTA -- Bicara tentang Hari Pahlawan, maka tidak bisa dilepaskan dari perlawanan heroik dari masyarakat Surabaya dalam melawan sekutu, serta figur Sutomo atau lebih dikenal dengan Bung Tomo.

Sutomo yang lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920 tumbuh di tengah keluarga yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Ayahnya, Kartawan Tjiptowidjojo, merupakan sosok yang serba bisa.

Ayah Sutomo pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, staf pribadi di perusahaan swasta, asisten di kantor pajak pemerintahan, hingga bekerja sebagai pegawai kecil di perusahaan ekspor-impor Belanda.

Memiliki latar belakang dari keluarga kelas menengah, Sutomo suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pria yang lebih dikenal dengan panggilan Bung Tomo ini juga tumbuh menjadi sosok yang terus terang, dan penuh semangat.

Meskipun saat berusia 12 tahun Bung Tomo terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, ia tetap menyelesaikan pendidikan HBS-nya kemudian melalui korespondensi, walaupun tidak tidak pernah resmi lulus. Sutomo juga bergabung dengan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Filsafat kepanduan serta kesadaran nasionalis yang ia dapatkan dari KBI dan kakeknya ia akui sebagai pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya yang terputus.

Prestasi yang ia capai saat berusia 17 tahun berhasil membawa Sutomo terkenal. Kala itu, Sutomo berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Pada 1942, sebelum pendudukan Jepang, hanya ada tiga orang Indonesia saja yang bisa mencapai peringkat ini. Selain menonjol karena prestasi itu, Sutomo juga pernah meraih kesuksesan sebagai jurnalis.

Sutomo kemudian memutuskan untuk bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Karirnya sebagai anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang pada 1944 biasa-biasa saja. Kala itu, hampir tak seorang pun mengenal Sutomo. Akan tetapi, pada November 1945, sosoknya kembali mencuat karena berhasil mengobarkan semangat rakyat Surabaya yang tengah diserang habis-habisan oleh tentara Inggris.

Seruan-seruan Sutomo yang penuh emosi dan disiarkan melalui siaran-siaran radio merupakan salah satu momen yang membuatnya dikenang oleh banyak orang. Meskipun pada akhirnya Surabaya tetap jatuh ke tangan Inggris, pertempuran 10 November 1945 itu tetap dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia karena perjuangan para rakyat Surabaya turut membangkitkan semangat rakyat di seluruh penjuru Indonesia.

sumber : wikipedia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement