Senin 10 Nov 2014 04:24 WIB

Jokowi dan Para Menteri Dinilai tak Kompak Soal Pembiayaan 'Kartu Sakti'

Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Wihdan
Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Bambang Soesatyo menilai menteri Kabinet Kerja belum terkonsolidasi dengan baik dan efektif. Hal itu terlihat dari adanya perbedaan penjelasan mengenai sumber pembiayaan 'kartu sakti' yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR itu mengatakan baru belasan hari bekerja, Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo sudah melahirkan kontroversi yakni dalam aspek pembiayaan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KSS).

"Itu memprihatinkan karena memperlihatkan kabinet yang belum terkonsolidasikan dengan baik dan efektif," katanya.

Menurutnya kabinet yang belum terkonsolidasi itu bisa dilihat dari kesimpangsiuran serta tidak adanya keseragaman penjelasan mengenai sumber pembiayaan KIP, KIS dan KKS. Presiden dan para menteri memberikan penjelasan yang berbeda-beda.

"Tidak adanya keseragaman itu menambah bobot kontroversi tentang pembiayaan tiga kartu sakti itu. Kini, publik bertanya dan menunggu penjelasan yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan," jelasnya.

Ia melanjutkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyajikan penjelasan yang tidak seragam mengenai sumber pembiayaan KIP, KIS dan KKS. Pratikno mengatakan bahwa pencetakan tiga kartu itu dibiaya dengan dana CSR BUMN.

Sementara Mensos Khofifah menuturkan, sumber pendanaan ketiga kartu itu adalah dana bantuan sosial yang masuk dalam APBN. Sedangkan Presiden Jokowi dan Wapres Kalla menegaskan, sumber pendanaan KIS, KIP dan KKS berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014. Partai pendukung pemerintah, PDI-P, pun coba memberi kepastian bahwa anggaran itu dari APBN 2014. Bukan APBN-P 2014.

 

"Publik pun kini bertanya, penjelasan siapa yang paling benar dan bisa dipertanggungjawabkan?. Keinginan presiden utk bekerja cepat patut diapresiasi, tetapi realiasi setiap program idealnya dipersiapkan dengan matang," katanya.

 

Untuk mengakhiri kesimpangsiuran itu, presiden sebaiknya menggelar rapat terbatas dengan para menteri terkait, mendudukan persoalan secara proporsional utk kemudian memberi penjelasan terbuka kepada masyarakat.

"Jangan sampai perjalanan panjang Kabinet Kerja ini sarat dengan kontroversi dan lebih buruk dari era SBY," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement