REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tiga kartu sakti Presiden Joko Widodo, KIS, KKS dan KIP menimbulkan kegaduhan pada dasar hukum anggaran yang digunakannya. Pemerintah mengklaim, tiga kartu sakti Jokowi didasarkan sudah dianggarkan dari dana BPJS dan dana dari sumbangan Corporate Social Responsibility (CSR).
DPR menganggap langkah Presiden Jokowi dengan tiga kartu sakti ini sembrono. Alih -alih memberikan teladan yang bagus untuk birokrasi, Jokowi justru dinilai menghancurkan sistem birokrasi anggaran yang sudah terbentuk. Sebab itu, sekretaris fraksi partai Golkar, Bambang Soesatyo mengungkapkan Koalisi Merah putih (KMP) akan meminta komisi terkait untuk melakukan pemanggilan pada Presiden Jokowi.
"Kita KMP akan mendorong interpelasi presiden terkait dengan kesembronoan Jokowi dalam keuangan negara," kata Bambang Soesatyo pada wartawan di gedung parlemen, Jum'at (7/11).
Bambang menambahkan Presiden Jokowi dapat dikategorikan sebagai pelanggar hukum atas kebijakannya mengeluarkan tiga kartu sakti ini. Pertama, karena Jokowi telah membuka peluang adanya penyimpangan karena tidak ada tender dalam tiga kartu ini. Kedua, Jokowi menyalahgunakan kewenangannya karena menyalurkan dana CSR yang tidak sesuai dalam Undang-Undang. Sebab, dalam UU sudah diatur bahwa penggunaan dana CSR diperuntukkan pada masyarakat sekitar perusahaan sebagai pertanggungjawaban sosialnya.
Dengan keluarnya tiga kartu sakti ini ada kemungkinan masyarakat sekitar perusahaan justru tidak ikut merasakan manfaat dari dana CSR tersebut. Bambang juga menambahkan misalnya perusahaan berada di pulau Jawa tapi dana CSR disalurkan ke luar pulau Jawa, itu melanggar UU. "Kita berharap Jokowi menyadari kesalahan itu dan menjelaskan pada masyarakat karena tidak sembarangan menggunakan anggaran negara walaupun seorang presiden," tegas Bambang.
Setiap kebijakan pemerintah harus didasari pada landasan hukum yang jelas. Harus ada transparansi bagaimana perencanaannya, bagaimana penganggarannya, kapan penenderannya harus transparan dan ada landasan hukumnya. Ini bagian dari birokrasi.
"Bisa jadi proyek tiga kartu sakti ini penunjukan bukan penenderan," imbuh Bambang.