REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Moh Matsna, menyatakan pemerintah telah membuat kebijakan yang tidak jelas terkait kolom agama di KTP. Ada yang diisi aliran kepercayaan. Kemudian ada juga yang dikosongkan, hingga dihapus.
Hal tersebut justru akan membuat masyarakat tidak jelas dan kehilangan statusnya. “Kalau KTP kolom agamanya hilang orang tidak jelas agamanya, itu penting,” tuturnya, Jumat (7/11).
Meski demikian,tak sedikit orang yang menilai kolom agama sebagai bentuk diskriminasi dan pengelompokan.
“Tidak ada diskriminasi, atau mana itu mayoritas minoritas, diskriminasi tidak mesti menunjukan agama, orang sudah tahu, itu”
Menurutnya kolom agama sangat penting untuk menunjukan setatus agama sesorang.
Sementara itu, Ia mengatakan bagi aliran kepercayaan hanya tinggal mengikuti. “Aliran keercayaan itu bukanlah agama, misalnya kejawen ada islam, kristen,agamanya apa. yang ditulis di KTP agamanya bukan alirannya,” tuturnya
Pro kontra mencuat setelah Mentri Dalam Negeri,Tjahtjo Kumolo mengatakan Warga Negara Indonesia (WNI) Penganut Kepercayaan boleh mengosongkan kolom Agama di e-KTP. “Cukup lah agama titik dua, agamanya apa, tentu lima itu yang diakui Undang-Undang,” tutur Moh Matsna.
Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan di sebutkan agama yang dicantumkan dalam e-KTP adalah agama resmi yang diakui pemerintah, yakni Islam, Kristen Budha, Hindu, Katolik, dan Konghucu.