REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rilis data angka kematian di jalan raya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi kelima tertinggi di dunia. Bahkan, angka kenaikannya tertinggi di dunia, terhitung dari tahun 2009 ke tahun 2013.
Menanggapi hal ini, pengamat transportasi Darmaningtyas tidak terkejut. Menurutnya dengan keadaan infrastruktur dan sosial budaya yang ada, wajar bila angka kematian di jalan masih tinggi. "Selain hal teknis tentang kondisi jalan, saya malah menyoroti tentang banyaknya remaja dan anak-anak yang mulai nekad mengendarai motor," ujarnya kepada ROL, Kamis (6/11).
Darmaningtyas menambahkan, kurangnya disiplin masyarakat dalam sejatinya menjadi faktor penyumbang terbesar dalam angka kematian di jalan raya. "Ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah loh. Orang tua yang lebih utama punya andil dalam mendidik anaknya. Pemerintah sifatnya hanya fasilitator dalam menyosialisasikan keamanan dalam berkendara," lanjutnya.
Untuk menekan angka kecelakaan dan kematian di jalan raya, ada tiga hal penting menurut Darmaningtyas yang harus dipegang bagi setiap pengguna jalan. Pertama adalah "jalan berkeselamatan", artinya adalah jalan yang kondisinya baik dan sesuai standar untuk dilalui. "Mulus, tidak bolong-bolong, rambu cukup, jalan bagus," kata Darmaningtyas.
Kedua, menurutnya adalah "kendaraan berkeselamatan". Istilah ini menjelaskan bahwa kendaraan haruslah sesuai dengan aturan dan tentu aman untuk dikendarai, termasuk adanya sabuk pengaman. "Dan juga perilakua yang berkeselamatan. Ini menyangkut pola hidup dan budaya," lanjutnya. Perilaku inilah yang menjadi modal bagi keselamatan di jalan raya.